Monday, December 12, 2011

Baliho Bando

Oleh: Taufik Arbain
Soal baliho yang berdiri megah di pinggir jalan bahkan di tengah jalan, orang Melayu Riau punya cerita. JIka layar terkembang alamat perahu bergerak laju, tetapi jika baliho terkembang, alamat roboh. Saya kira cerita orang Melayu Riau ini adalah bentuk ungkapan dan sindiran untuk menegaskan betapa kehadiran baliho sebagai ruang pamer, promosi dan publikasi berbagai hal cenderung mengundang bahaya dan korban. Boleh jadi mereka punya pengalaman sering robohnya baliho akibat terpaan angin kencang dikarenakan pondasi yang tidak kuat atau karena bahan besi yang tidak paten.

Kasus di atas saya kira baru soal bahaya dan korban karena soal bahan dan angin kencang. Sebenarnya ada hal krusial kehadiran baliho sebagaimana dikatakan oleh ahli Perkotaan sebagai penciri kota adalah estetika kota. Kehadiran baliho nampaknya menapikan estetika kota, dimana orientasi pemberi izin dalam hal ini adalah pemkot / pemkab hanya mengejar PAD dari baliho sebagai sumber pembangunan.
Bagi para pengusaha Baliho, jika izin sudah diberikan dan deal lokasi sudah disepakati, pohon yang menghalangi rencana pasang baliho sangat mungkin untuk ditebang. Fakta ini sebenarnya pernah berlaku di kota Banjarmasinj, khususnya di sekitar kawasan Lampu Merah Belitung hanya gara-gara pemasangan baliho ikan seorang pemain sepakbola.
Kondisi seperti ini tentu saja kontraproduktif antar dinas, dimana salah satu dinas konsen menata kota dengan lingkungan bersih dan kehadiran pohon sebagai kesejukan, tetapi disisi lain ada kekuatan dinas yang menapikan itu semua untuk memberikan kesempatan bagi pengusaha baliho.
Nah, saya kira para pengusaha tidak akan puas sekadar baliho ditajak dipinggir jalan saja, sebab bagi pengusaha semakin strategis letak baliho, maka semakin tinggi nilai tawar kepada pemasang dan semakin efektif pesan yang disampaikan via baliho. Maka tidaklah heran jika tiba-tiba pengusaha yang menguasai 7 hingga 10 titik-titik strategis malah minta lagi di kawasan yang menjauhkan dari estetika dan melabrak kepentingan lain seperti penebangan pohon.
Anda rasakan dan saksikan saja ketika melintas jalan utama di Banjarmasin, akan didapati pameran dan iklan via baliho yang saling berdekatan bahkan terkadang saling tutup menutupi, betapa saking rapatnya titik-titik penempatan baliho, termasuk baliho bando.
Untuk itu, Pemerintah Kota saya kira perlu berbenah untuk merapikan dan menata ulang kehadiran baliho bando termasuk pemasangan baliho pada titik-titik yang mengorbankan pohon-pohon kota. Bahwa baliho bando sangat rawan roboh, jika lemahnya pengawasan dari Pemerintah untuk memastikan jaminan kuat, kokoh dan tahan lama balio bando tersebut.
Keberanian Pemkot pada masa lalu dengan memastikan kawasan Lambung Mangkurat bersih dari baliho, patut diacungi jempol yang kemudian menyulapnya dengan kawasan yang pohon-pohonnya banyak, rindang dan sejuk. Jadi saya kira, urusan PAD jangan terpaku pada pemasangan baliho yang sembarangan dan menjauhkan dari estetika kota, tetapi bagaimana kehadiran baliho tetap memberikan kepuasan dan pesan efektif kepada publik, namun dia berada dilokasi strategis pinggir jalan, tanpa harus berdiri di median jalan yang relative membahayakan. Sebab, nyawa yang dimiliki warga kota, Cuma satu Pak Walikota!!! (Idabul, Mata Banua 28 November 2011)

No comments: