Thursday, May 3, 2007

MOBIL ARGAWAI

Yang namanya mobil dinas, sejak dulu memang menjadi kebanggaan seseorang yang menumpanginya, apalagi mobil itu lalu lalang di kampung untuk gagah-gagahan diantara tetangga atau teman yang belum punya mobil. Selain menunjukkan identitas "plat merah" dalam perspektif sosiologis, ianya juga menunjukkan sebagai status sosial sebagai seorang argawai (pegawai kata orang Hulusungai).
Pola prilaku seperti ini mirip dengan seseorang memasang stiker sebuah komunitas korp tertentu, komunitas profesi dan komunitas ranah pendidikan. Bahkan ada juga di Banjarmasin memasang simbol kebangsawanan dari Jawa sana.
Yang menarik hari ini justru soal mobil argawai yang dipersoalkan bagian perlengkapan Pemprop Kalsel, karena ada beberapa orang, bahkan konon seorang tokoh yang tidak mengembalikan mobil argawai tersebut, padahal masa pakai dan aktifitasnya dalam lingkup kedinasan sudah berakhir. Jadi kata teman saya, Harat banar orang itu, kawa manahan mobil argawai. Lalu kenapa mereka bisa menahan? Dan Mengapa Pemprop dengan kekuatan otoritasnya tidak mampu mengambil paksa mobil-mobil milik negara dari uang rakyat tersebut? Atau barelaan akhirnya?
Dalam persepktif birokrasi, bahwa segala alat kelengkapan birokrasi termasuk fasilitas transportasi diperuntukkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan birokrasi dan kedinasan yang diatur dalam peraturan dan perundangan. Kemudian segala hal yang berkaitan dengan perawatan, service, bahkan bahan bakar diatur dan fasilitasi oleh lembaga birokrasi bersangkutan untuk kelancaran tugas-tugas kedinasan. Secara legal formal ini memberikan hak bagi pejabat untuk memakai sebatas kegiatan kedinasan tersebut, bukan untuk dijadikan gagahan anak pejabat setiap sore nongrong di keramaian atau kegiatan istri pejabat bersama teman-temannya.
Pejabat sangat paham dalam konteks ini, sehingga jika menggunakan alat kedinasan tersebut di luar kepentingan kedinasan memiliki kiat untuk menggantinya dengan plat hitam. Di negara maju seperti Amerika dan Belanda pejabat dan aparat birokrasi tidak memakai mobil argawai untuk kepentingan di luar kedinasan, apalagi dengan kiat mengganti plat merah menjadi hitam sebagaimana di negara-negara berkembang.
Keruwetan soal mobil argawai di Pemprop Kalsel jika dirujuk dengan pendekatan birokrasi Weber, terkesan kontraproduktif karena mungkin pemprop tidak memberikan fasilitas penuh dalam kegiatan kedinasan seperti fasilitas bahan bakar dan layanan service, sehingga mendorong si pemakai untuk mengambil inisiatif memperbaiki ketika ada kerusakan dan lainnya. Dampaknya kesulitan untuk mengambil paksa karena si pemakai mungkin terlanjur banyak modal dalam perbaikan. Disinilah perlu ada perbaikan dalam pelayanan fasilitas kedinasan oleh Pemprop Kalsel.
Tetapi dalam konteks ini, pejabat pemakai mobil argawai tadi melakukan sesuatu kekeliruan mengambil inisiatif perbaikan apalagi dalam nilai finansial yang besar dengan mengabaikan peran birokrasi bagian perlengkapan untuk mengatasi segala hal yang berkaitan dengan layanan fasilitas mobil argawai tadi, padahal hal ini telah diatur dalam peraturan, termasuk batas waktu pemakaian: kapan memakai dan kapan harus mengembalikan. Justru mengambil inisiatif dalam birokrasi dengan mengabaikan aturan main mengundang motif-motif kontraproduktif. Hak inisiatif ini memang diakui salah satu kelemahan dari teori birokrasi.
Jika soal mobil argawai Pemprop dihubung-hubungkan dengan pejabat Si A atau pejabat Si B, artinya persoalan mobil argawai dalam perspektif birokrasi telah dibawa ke ranah persepktif politis. Tidak cerdas dan kacau jadinya, bahkan semakin membenarkan bahwa birokrasi di Indonesia adalah birokrasi patrimornial, sebuah konsep yang ditentang oleh Weber. Konsep ideal birokrasi mengedepankan aturan, fungsi, kontrak kerja, kualifikasi professional, administrasi tertulis, pembagian bidang tugas yang berkesinambungan yang dilengkapi dengan sanksi-sanksi. Jadi jalan tengahnya, kalau itu mobil argawai yang dibeli dari uang rakyat, kenapa mesti ditahan-tahan, apalagi sudah memiliki mobil sendiri. Mendingan dibeli saja(didum) Gitu Loh! (Oleh Taufik Arbain)
http://www.radarbanjarmasin.com/berita/index.asp?Berita=Esai&id=51391

1 comment:

Harie Insani Putra said...

Ulun harie insani putra, mudahan pian mengenalnya. Ulun basaruan wan pian maramiakan website sastra & budaya Kalsel di http://elka.web.id

nangitu haja. Tarimakasih