Thursday, May 3, 2007

Rumah Banjar

Perlu Perda untuk Pertahankan Rumah Khas Banjar
Kompas Jumat, 29 Oktober 2004
Banjarmasin, Kompas - Seiring dengan makin langkanya kayu ulin, rumah adat Banjar atau rumah berornamen Banjar di Kalimantan Selatan kini terus tenggelam, tergusur bangunan bergaya modern. Bangunan publik dan bangunan swasta, terutama rumah toko, dibangun tanpa memerhatikan kepatutan budaya Banjar.

Hingga kini tidak ada kemauan keras pemerintah untuk mempertahankan rumah Banjar sebagai identitas budaya. Kalangan budayawan dan pemerhati budaya lokal mendesak pemerintah agar memikirkan peraturan daerah (perda) untuk melestarikan rumah Banjar.
Budayawan Banjar yang juga pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Jarkasi di Banjarmasin, Kamis (28/10), mengatakan, kesadaran warga dan pemimpin formal Kalimantan Selatan (Kalsel) melestarikan rumah Banjar sebagai identitas budaya sangat rendah.
Bangunan publik dan perkantoran baru, bangunan swasta terutama rumah toko, dan perumahan kini berlomba-lomba menjadi modern. "Dengan alasan efisiensi, banyak bangunan publik melupakan identitas Banjar," katanya.
Peneliti pada Center for Regional Development Studies Kalsel yang juga pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unlam Taufik Arbain mengatakan, hampir hilangnya identitas rumah Banjar di Kalsel akibat tidak adanya political will pemerintah.
"Jika pemerintah memiliki political will yang bagus, tidak seharusnya banyak bangunan di tepi jalan protokol, terutama bangunan publik yang tidak memiliki kekhasan Banjar diloloskan desainnya," katanya.
Taufik mencontohkan Rumah Sakit Ulin yang arsitekturnya menelan mentah-mentah gaya joglo Jawa. "Saya tidak primordial, tapi seharusnya bangunan publik di tepi jalan protokoler itu harus mengikuti kaidah kepatutan budaya dan mencirikan budaya Banjar," katanya.
Taufik yang juga meneliti rumah adat di Kalimantan Tengah (Kalteng) mengungkapkan, dibandingkan Kalteng, Kalsel tertinggal dalam pelestarian rumah adat. "Di Kalteng hampir semua bangunan publik mengadopsi arsitektur rumah adat karena pemerintah setempat mendorong dengan political will yang kuat," katanya menjelaskan.
Perlu perda
Jarkasi mengatakan, untuk konteks Kalsel komitmen pemerintah perlu "ditagih" dalam bentuk perda. Namun demikian, tidak mudah meyakinkan kalangan birokrat mengenai pentingnya perda untuk melestarikan bangunan khas Banjar.
"Selama 15 tahun para budayawan Kalsel memperjuangkan lahirnya perda untuk melestarikan rumah Banjar," kata Jarkasi. Perda akan mengatur bangunan di tepi jalan raya yang harus mengadopsi arsitektur rumah Banjar. Tidak harus berbentuk rumah Banjar namun ornamennya khas. (amr)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/29/daerah/1353703.htm

2 comments:

Zahidah Haura Al Khansa said...

Kemana larinya Rumah sakit Ulin yang benar-benar Ulin???

Taufik Arbain said...

Ulinnya sudah habis. jadi diganti dengan betonan. Tapi arsiteknya tetap budaya banjar dong mestinya.