Sunday, October 7, 2007

Pasar Wadai: Ranah Reproduksi Kebudayaan


Dimuat Harian Banjarmasin Post pada Rabu, 26-09-2007

Oleh: Taufik Arbain, Ketua Komite Dewan Kesenian Kalsel


Hingga hari ini, Pasar Wadai Ramadhan dominan dipahami sebagai ranah kapital, yakni adanya transaksi ekonomi penjual dan pembeli. Tetapi sebenarnya di sana merupakan ruang terjadinya transformasi sosial dari waktu ke waktu.
Ia bisa menjadi pembentukan gaya hidup penduduk yang mencari dan mereproduksi identitas dirinya dalam banyak ruang. Dalam bahasa lain, integrasi ekonomi di pasar wadai sebagai sebuah ruang kapital telah terbukti menjadi integritas sosial budaya.


Douglas dan Isherwood (1980) menengarai, tingkah laku yang ditujukan model seperti itu sebagai penanda identitas. Karena barang yang dipakai dan dikonsumsi sebagai alat komunikasi sosial. maka pasar wadai sangat jelas jauh melampaui batas tradisional yang di dalamnya merupakan integrasi budaya Banjar dan Islam, antara momentum Ramadhan dan ketersediaan panganan tradisional.

Itu sebabnya, momentum pasar wadai jika merujuk pandangan Douglas dan Isherwood sebenarnya efektif dijadikan ranah reproduksi kebudayaan baik bagi pengunjung dan atau reproduksi seni dan budaya Banjar bagi seniman. Jika kehadiran pasar wadai sebagai concumer space telah mampu memuaskan kebutuhan masyarakat khususnya kelas menengah, tidak berlebihan strategi pengembangan dan pelestarian seni budaya Banjar mengambil bagian dari even tahunan pasar wadai itu untuk memuaskan kebutuhan kelas masyarakat yang lain.

Dalam konteks itu, ada beberapa capaian dari reproduksi kebudayaan. Pertama, pasar wadai mampu mentransformasikan dan membentuk orang yang hadir mereproduksi gaya hidupnya dari yang dipakai dan dibelinya untuk sebuah penanda identitas. Kedua, pasar wadai merupakan ajang perebutan ruang budaya ngepop dengan budaya tradisional. Kolektivitas manusia menjadi magnet tersendiri atas perebutan itu. Akhirnya penanda identitas sebagai sebuah pasar tradisional, hanya pada ‘ragam wadai yang masih eksis’ di antara serbuan budaya ngepop dari arus global. Kehadiran stan produk voucher sepeda motor adalah contoh di antara perebutan ruang itu.

Digelarnya pentas seni budaya Banjar oleh Dewan Kesenian Kalsel bekerjasama dengan Pemko Banjarmasin dan Harian Banjarmasin Post menarik dicermati. Gelaran itu menegaskan korelasi pada poin kedua, yakni adanya upaya penguatan terhadap penanda identitas pasar wadai Banjar yang diselingi gelar seni budaya. Meski demikian, sebenarnya penguatan penanda identitas itu lebih jauh ingin merebut penanda identitas pada pengunjungnya sebagai sebuah gaya hidup agar tidak ‘menjauh’ dari kebudayaan Banjar berupa pengetahuan dan ketertarikan gelar seni dan budaya yang ada.

Konstruksi mentalitas mencintai kebudayaan inilah merupakan harapan dari reproduksi gelar seni budaya dalam momentum pasar wadai. Konstruksi ruang pasar wadai itu mencoba mengubah cara berpikir masyarakat tentang makna seni budaya Banjar. Dalam bahasa lain, boleh jadi selama ini pengunjung belum tentu menyediakan waktu untuk menyaksikan orang balamut, bamadihin, musik panting, warung bubuhan, japin carita dan lainnya. Lewat konstruksi ruang itu dalam tahapan proses akan menjadi penanda identitas pengunjungnya, sehingga nilai seni budaya menjadi bergengsi, bukan sebuah pentas murahan dan dimaknai milik masyarakat pinggiran.

Tidak berlebihan jika ditafsirkan, tingginya apresiasi dan ramainya pengunjung dari berbagai kelas maupun penanda identitas menikmati sajian pentas budaya Banjar di pasar wadai adalah bentuk menyinergikan kepentingan kapital dengan kepentingan sosial budaya dalam satu space yang tanpa disadari oleh pengunjung itu sendiri.

Pola reproduksi perilaku penanda identitas itu, sama halnya dengan sebagian besar atau kecil orang memilih berbelanja di kawasan Pasar Sudimampir dan pasar modern sekelas mal atau plasa. Demikian pula seseorang memilih komunitas pertemanan sebagai label gaya hidup. Jadi Anda yang hadir dalam space yang menampilkan kebudayaan tradisional di space modern, maka tanpa disadari perlahan Anda membentuk penanda identitas diri sendiri. Termasuk, menikmati gelar seni tradisi di tempat yang tidak lazim Anda jumpai.

2 comments:

mina said...

tulisan yang berat :D btw, saya baru tahu ada event seni juga di pasar wadai. di sebelah mananya?

Internet banjarmasin said...

blog menarik, ikutan lomba blog yuk
http://speedycompetition.wordpress.com/pendaftaran/