Oleh: Taufik Arbain
Kemarin minggu, saya diminta memberikan ceramah pada Aruh Sastra V di Paringin Kabupaten Balangan. Sebelum berangkat ke Paringin, Sabtu pukul 14.30 wita saya sempatkan mengajar di Program Pascasarjana Magister Sains Administrasi Pembangunan (MSAP) Banjarbaru. Tepat pukul 17.00 wita saya memilih naik taksi colt, angkutan khusus ke Amuntai,
sebab saya pikir subuh Minggu saya sempatkan dulu membuat makalah dengan judul Relasi Politik, Kebijakan dan Kegelisahan Sastra (budaya) :Sebuah catatan keprihatinan, untuk dibawa ke Paringin pada pagi harinya.
Dalam perjalanan saya mendapati betapa menyedihkan kondisi jalan yang masih ada saja lubang-lubang yang mengganggu dan mengancam keselamatan pengendara. Apalagi, ada jalan yang baru diperbaiki, tetapi tidak diperhatikan line median jalan. Belum lagi kiri-kanan penuh dengan rerumputan liar yang tidak mengenakan mata di pandang mata.
Saya terkadang bingung dengan kebijakan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten. Ketika ditanya mengapa jalan yang lintas provinsi tersebut seakan tidak digaduh (dirawat)? Jawaban yang diberikan selalu, ”itu kan jalan negara yang pembiayaannya dari pusat dan menunggu dari Pemerintah Pusat untuk diperbaiki!” Jawaban ini selalu menjadi senjata ampuh untuk meng-counter kritik.
Lalu saya mencoba membandingkan dengan beberapa ruas jalan yang juga dibiayai oleh Pemerintah Pusat seperti jalan lintas provinsi di Kalimantan Tengah menunju Kabupaten Barito Timur atau Kapuas dan Pulang Pisau.
Ruas jalan yang sering saya lintasi tersebut, kok bisa selalu mulus.Pernah saya menemui ada lubang di ruas jalan, segera ditambal. Atau line median yang mulai kabur, atau kiri-kanan bahu jalan yang padang hantu (sunyi-senyap) penuh rerumputan liar segera dibuat dan ditebas kembali, sehingga bagi pengendara menuju kawasan Kalimantan Tengah mendapatkan kenyamanan dalam berkendara.
Pertanyaannya, apakah Kabupaten/Kota dan Pemprov Kalimantan Tengah selalu mendapatkan anggaran dari Pemerintah Pusat atau memang dianggarkan di APBD di masing-masing kabupaten yang memiliki lintasan jalan negara?
Jika memang demikian ada inisiatif dianggarkan karena menyangkut kenyamanan dan keselamatan berkendara masyarakat, saya ingin katakan betapa cerdasnya anggota DPRD dan Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Kalimantan Tengah dibandingkan di DPRD dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Efek dari kebijakan jalan yang terurus dan terawat termasuk ruas kiri-kanan jalan yang bersih, saya mendapati selalu bersih dari sampah dan pemukiman penduduk yang dilalui secara tidak langsung tumbuh kesadaran untuk turut menjaga kebersihan ruas dan pinggir jalan termasuk tanaman yang terawat.
Kalau di lintasan jalan Kalsel ada program penanaman pohon, yang bisa dilakukan cuma menanam, tetapi tidak ada kelanjutan untuk merawat paling tidak dari rerumputan yang liar. Akibatnya anggaran terbuang sia-sia, dan semua selalu berorientasi proyek yang tidak memberikan dampak berarti.
Cuma yang menarik dari sekian ruas jalan yang pernah saya lalui di Kalsel ini, justu tidak tahu malu berdiri baliho atau billboard besar foto-foto pejabat pemerintah seperti mengucapkan Selamat Idul Fitri, Selamat Datang Haji, Selamat-Sukses MTQ, Kebersihan sebagian dari Iman dan lainnya yang bernuansa religius. Tapi dibawah dan samping kiri-kanan rumput liar tumbuh.
Ini sama dengan menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya dan nalar yang sangat keliru. Sepertinya itulah kabisaan para pejabat kita dalam melakukan pelayanan publik lewat publikasi yang sering tidak memberikan makna apa-apa.
Saya belum pernah di semua ruas jalan negara ada baliho besar pejabat Provinsi atau Kota/Kabupaten yang berbunyi: ”Sayangi jalan kita. Hindari muatan melebihi 8 ton!” atau di sekitar ruas jalan lintasan truk batu bara di Kabupaten Banjar dan Tapin berbunyi: ”Awas, truk batu bara saling mendahului dan mengganggu pengguna jalan umum!” atau dengan kalimat lebih halus: ” Sopir yang baik adalah yang tidak mengambil hak pengendara yang lain”.
Saya yakin, mana ada Gubernur Kalsel atau Bupati yang berani foto mereka terpampang di pinggir jalan berani membuat teks seperti itu. Beraninya ya..cuma maklumat yang tidak memiliki makna dan manfaat langsung apa-apa bagi publik dan cenderung politis.
Jadi dalam perjalanan itu, nampaknya pemerintah perlu sesekali memahami soal kebaikan berbahasa dan sastra yang elok dan memiliki nilai-nilai bagi orang yang mendengar atau membacanya. Bukan teks tak memiliki makna. Munyak melihat tampang dengan teks-teks politis yang tak bermakna di sepanjang jalan! Dan rakyat sepanjang masa selalu disuguhi yang demikian***(idabul, 15 Desember 2008)
No comments:
Post a Comment