Wednesday, October 26, 2011

Kantor Baru Pemprov

Oleh: Taufik Arbain
Kemaren sore 14 Agustus Pemerintah Provinsi merayakan Hari Ulang Tahunnya yang ditandai dengan peresmian kantor baru atau dikenal dengan Kantor Sekretariat Pemerintah Provinsi Kalsel. Saya menyaksikan acara tersebut di TVRI sekaligus diminta memberikan komentar tentang diresmikannya kantor baru tersebut.

Kepada dua orang presenter acara tersebut saya katakan, bahwa kita semua warga Kalimantan Selatan patut bersyukur dengan diresmikannya perkantoran baru tersebut, sekalipun gagasan awal rencana tersebut mendapat tantangan luar biasa baik dari masyarakat, LSM termasuk dari anggota DPRD dimasa periode I Pemerintahan Rudy Ariffin. Alasan mereka sederhana, bahwa sebaiknya Pemerintah menjadikan prioritas kepentingan persoalan dasar masyarakat, dibandingkan membuat perkantoran baru.
Saya kira Pak Rudy memang perkasa dan berani mengambil keputusan kontrovesial yang sebenarnya kalau tidak dibarengi dengan kebijakan Perda menghentikan truk di jalan umum, boleh jadi kantor baru tersebut akan ditempati Zairullah Azhar bersama Habib, sebab hal demikian menjadi isu yang menarik kala itu untuk mengatakan bahwa Pak Rudy tidak menyandarkan kebijakan pembangunannya yang pro rakyat.
Lalu sebenarnya apa yang mesti dilakukan atas diresmikannya kantor baru? Kantor baru hanyalah bukti fisik hadirnya kekuasaan di hadapan warga sebagai penjelmaan atas pemerintahan. Yang penting dilakukan adalah bahwa peresmian kantor baru yang sudah dirancang Belanda termasuk masa Gubernur Murjadi di tempatkan di Banjarbaru tersebut harus ada perubahan pada tata kelola pemerintahan itu sendiri menjadi lebih baik.
Dalam konteks ini, fasilitas pendukung kantor sudah memenuhi, dimana tidak ada alasan lagi soal ketidaknyaman secretariat sebagai basis dimana pegawai melaksanakan fungsi-fungsinya. Mainset para pegawai dan pejabat untuk melakukan perubahan atas reformasi birokrasi. Artinya dengan kantor baru ini dijadikan sebagai momentum strategis bagi pimpinan baik level elit, menengah memulai dengan paradigma baru berkaitan dengan perbaikan pelayanan dan kinerja tugas.
Mainset ke arah perubahan yang lebih baik ini tentu saja menjadi harapan dari upaya janji politik Pak Rudy, dimana tidak sekadar memindahkan berkas-berkas dan orang-orang saja, namun memindahkan dari kinerja yang buruk, sedang menjadi kinerja yang lebih baik. Apalagi sebelum diputuskan dalam kebijakan pemindahan ini, perpindahan kantor baru ini sudah menjadi wacana sehingga pegawai Pemprov sudah mempersiapkan segala sesuatunya dalam rangka mendukung kinerja baik itu perumahan, transportasi yang tentu saja turut difasilitasi oleh Pemprov. Apalagi insentif dan THR pegawai Pemprov lebih besar dibandingkan dengan PNS dilingkungan kerja yang lain.
Kita ingin kedepan, momentum perpindahan kantor ini tidak sekadar soal pelayanan publik yang menjadi lebih baik , tetapi bagaimana Pemprov menempatkan hak-hak publik dalam keterlibatan proses kebijakan sehingga bisa menilai konsistensi dan inkonsistensi Pemprov dalam setiap apa yang dibuatnya.
Selain itu, Pemprov mampu mewujudkan stabilitas politik warga dalam mengelola konflik, sekalipun selama ini kita akui relative lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan Pemprov sebelumnya setidaknya di masa Sjacriel Darham. Namun demikian, kemampuan membuat perda yang sehat bersama dengan DPRD harus menjadi catatan sendiri, sehingga tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari seperti munculnya dispendasi pada Perda pelarangan angkutan tambang di jalan umum.
Pikiran ini setidaknya ingin menegaskan, bahwa setiap kebijakan Pemprov terhindar dari aroma kolusi dan korupsi. Tentu saja Pemprov turut serta dalam mengendalikan korupsi dan mengantisipasi kecenderungan terjadinya tindakan korupsi sebagaimana dugaan pengadaan sapi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, termasuk soal pelayanan RSU Ulin yang masih buruk dan mahal yang menjadi tanggung jawab Pemprov
Tentu saja pikiran semua warga Kalsel dengan perkantoran baru ada hal-hal baru ke arah tata kelola pemerintahan yang baik, yang setidaknya diwariskan Pak Rudy di akhir kepemimpinannya, tanpa harus meninggalkan hal-hal yang controversial. Ibarat kata pepatah jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga. Apa itu? Ya.. kalau demi anggaran pembangunan, tidak perlu menjual asset perkantoran yang ada di Jalan Sudirman, sebab perkantoran itu memiliki nilai historis yang bisa dijadikan sebagai gedung pertemuan, wisma termasuk galeri pembangunan Kalsel. Sayang siring yang dikeluarkan milyaran rupiah dari uang rakyat menjadi rebutan para investor yang akan menghapuskan sejarah. Belajarlah dengan Negara Amerika dan Eropa termasuk China yang selalu menjadikan gedung pemerintahannya menjadi tempat bersejarah. Sebab hadirnya kantor baru bukan berarti menghapuskan kebijakan dan karya para pendahulu.**
(Idabul Mata Banua, 15 Agustus 2011)

No comments: