Oleh: Taufik Arbain
Saya agak terhenyak ketika seorang teman dari partai politik tertentu bercerita bahwa dia telah berurusan dengan seorang oknum anggota KPUD berkaitan dengan persoalan persiapan pendaftaran caleg. Teman bercerita dengan santai bahwa urusannya kelar dan mudah dengan pihak KPUD, ketika dia menanyakan via telepon sesuatu hal dan oknum anggota KPUD menjawab, ”gampang aja Bos ai, bila sini nyaman, nyaman jua urusan. Sama-sama nyaman!”
Saya balik bertanya kepada teman tadi. Bagaimana persepsi anda terhadap anggota KPUD tersebut ketika anda menanyakan sesuatu yang mana urusan anda rawan dan rentan melakukan penyimpangan dijawab oknum dengan begitu? ” Biasa aja, kan yang penting urusan lancar!”
Saya berdiskusi banyak tentang perilaku yang oknum KPUD yang sebenarnya masuk dalam ketegori prilaku organisasi yang buruk dan tidak mengedepankan etika. Saya tidak habis pikir, bahwa bagaimana bisa seorang oknum anggota KPUD memberikan jawaban dan tanggapan via telepon dengan bahasa seperti seorang jungos/budak para politisi.
Boleh jadi pihak KPUD bisa memberikan kemudahan dan tolerasi dan prosedural birokrasi selama masih tidak melanggar aturan, tetapi tentunya tidak semudah itu memposisikan sebuah institusi terhormat dan independen dengan kalimat yang memberikan peluang kepada oknum politisi untuk memanipulasi bahkan ”membeli atau menggadaikan” sebagian harga diri lembaga KPUD.
Para anggota KPUD semestinya tidak sekadar memahami diktum-diktum dan pasal Undang-Undang Pemilu dan menginterpretasikan dalam prosedural dan teknis di lapangan, tetapi juga menjaga kewibawaan lembaga dimana ia bekerja. Sebab lembaga KPUD bukan lembaga murahan yang segampangnya dimainkan. Ia adalah lembaga harapan masyarakat dalam proses awal menjadi wasit dan pengawal demokrasi di Indonesia.
Pemahaman dan paradigma baru menjadikan ia sebagai lembaga berwibawa dan independen dalam proses demokrasi harus dijadikan dasar pijakan dalam mengelola dan menjalankan organisasi tersebut. Itulah sebabnya mereka yang direkrut menjadi anggota KPUD kada gagampangan, dipilih berdasarkan penjaringan yang dilakukan oleh tim seleksi yang melibatkan anggota DPRD yang terhormat.
Kita berkeyakinan tidak mungkin tim penyeleksi merekrut para cecongok-cecongok yang tidak memiliki kapabilitas, integritas termasuk jejak rekamnya dalam kancah aktifitas di lingkungannya, bukan orang baru yang tidak diperhitungkan apalagi tidak memiliki integritas, lebih-lebih level Kalsel misalnya. Tentu saja yang sudah terpilih dan dilantik adalah mereka yang memiliki kemampuan termasuk menjaga integritas lembaga KPUD.
Jika terjadi kasus seperti yang disebutkan di atas, tidaklah heran akan menjadi akumulasi di ranah masyarakat, bahwa suatu saat nanti Kantor KPUD akan diserang masyarakat karena sesuatu hal diawali dari keraguan atas kinerja maupun ketidakmampuannya menjadi kewibawaan lembaga tersebut.
Lucu, jika seorang oknum anggota KPUD ditanya sesuatu hal menjawab gampang aja, bos ai. Mestinya dijawab berdasarkan apa yang ditanya dari kemampuan dan kematangan berpikirnya. Bukankah ini menunjukkan sebuah ketidakcerdasan dan lemahnya pemahaman dan pengetahuan, dimana efek perilakunya berdampak pada menurunnya kewibawaan lembaga?
Tidak perlu berperilaku, sok menggampangkan sesuatu dalam urusan prosedural, tetapi sebenarnya tidak paham. Disinilah perlu dipahami bahwa seorang anggota KPUD tidak sekadar dituntut memiliki kemampuan dalam memahami secara mikro dan makro aktifitas dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Apalagi anggota KPUD berhadapan dengan para politisi yang berdahi dan punya pengaruh besar, tentu tidak berlagak seperti seorang jongos yang manggut-manggut sehingga melupakan fungsi-fungsi independennya.
Tentu saja peristiwa seperti ini tidak perlu terjadi pada anggota KPUD-KPUD lainnya. Karena kita perlu menjadi bagian yang turut memberikan andil menyelamatkan negeri dan banua ini. Bukan berkata, ”Nyaman aja bos ai” bila sini nyaman, nyaman jua urusan. Sama-sama nyaman!”, Memang mau makan apa? Terlalu, kata Rhoma Irama.**(idabul, 25 Agustus 2008)
Saya agak terhenyak ketika seorang teman dari partai politik tertentu bercerita bahwa dia telah berurusan dengan seorang oknum anggota KPUD berkaitan dengan persoalan persiapan pendaftaran caleg. Teman bercerita dengan santai bahwa urusannya kelar dan mudah dengan pihak KPUD, ketika dia menanyakan via telepon sesuatu hal dan oknum anggota KPUD menjawab, ”gampang aja Bos ai, bila sini nyaman, nyaman jua urusan. Sama-sama nyaman!”
Saya balik bertanya kepada teman tadi. Bagaimana persepsi anda terhadap anggota KPUD tersebut ketika anda menanyakan sesuatu yang mana urusan anda rawan dan rentan melakukan penyimpangan dijawab oknum dengan begitu? ” Biasa aja, kan yang penting urusan lancar!”
Saya berdiskusi banyak tentang perilaku yang oknum KPUD yang sebenarnya masuk dalam ketegori prilaku organisasi yang buruk dan tidak mengedepankan etika. Saya tidak habis pikir, bahwa bagaimana bisa seorang oknum anggota KPUD memberikan jawaban dan tanggapan via telepon dengan bahasa seperti seorang jungos/budak para politisi.
Boleh jadi pihak KPUD bisa memberikan kemudahan dan tolerasi dan prosedural birokrasi selama masih tidak melanggar aturan, tetapi tentunya tidak semudah itu memposisikan sebuah institusi terhormat dan independen dengan kalimat yang memberikan peluang kepada oknum politisi untuk memanipulasi bahkan ”membeli atau menggadaikan” sebagian harga diri lembaga KPUD.
Para anggota KPUD semestinya tidak sekadar memahami diktum-diktum dan pasal Undang-Undang Pemilu dan menginterpretasikan dalam prosedural dan teknis di lapangan, tetapi juga menjaga kewibawaan lembaga dimana ia bekerja. Sebab lembaga KPUD bukan lembaga murahan yang segampangnya dimainkan. Ia adalah lembaga harapan masyarakat dalam proses awal menjadi wasit dan pengawal demokrasi di Indonesia.
Pemahaman dan paradigma baru menjadikan ia sebagai lembaga berwibawa dan independen dalam proses demokrasi harus dijadikan dasar pijakan dalam mengelola dan menjalankan organisasi tersebut. Itulah sebabnya mereka yang direkrut menjadi anggota KPUD kada gagampangan, dipilih berdasarkan penjaringan yang dilakukan oleh tim seleksi yang melibatkan anggota DPRD yang terhormat.
Kita berkeyakinan tidak mungkin tim penyeleksi merekrut para cecongok-cecongok yang tidak memiliki kapabilitas, integritas termasuk jejak rekamnya dalam kancah aktifitas di lingkungannya, bukan orang baru yang tidak diperhitungkan apalagi tidak memiliki integritas, lebih-lebih level Kalsel misalnya. Tentu saja yang sudah terpilih dan dilantik adalah mereka yang memiliki kemampuan termasuk menjaga integritas lembaga KPUD.
Jika terjadi kasus seperti yang disebutkan di atas, tidaklah heran akan menjadi akumulasi di ranah masyarakat, bahwa suatu saat nanti Kantor KPUD akan diserang masyarakat karena sesuatu hal diawali dari keraguan atas kinerja maupun ketidakmampuannya menjadi kewibawaan lembaga tersebut.
Lucu, jika seorang oknum anggota KPUD ditanya sesuatu hal menjawab gampang aja, bos ai. Mestinya dijawab berdasarkan apa yang ditanya dari kemampuan dan kematangan berpikirnya. Bukankah ini menunjukkan sebuah ketidakcerdasan dan lemahnya pemahaman dan pengetahuan, dimana efek perilakunya berdampak pada menurunnya kewibawaan lembaga?
Tidak perlu berperilaku, sok menggampangkan sesuatu dalam urusan prosedural, tetapi sebenarnya tidak paham. Disinilah perlu dipahami bahwa seorang anggota KPUD tidak sekadar dituntut memiliki kemampuan dalam memahami secara mikro dan makro aktifitas dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Apalagi anggota KPUD berhadapan dengan para politisi yang berdahi dan punya pengaruh besar, tentu tidak berlagak seperti seorang jongos yang manggut-manggut sehingga melupakan fungsi-fungsi independennya.
Tentu saja peristiwa seperti ini tidak perlu terjadi pada anggota KPUD-KPUD lainnya. Karena kita perlu menjadi bagian yang turut memberikan andil menyelamatkan negeri dan banua ini. Bukan berkata, ”Nyaman aja bos ai” bila sini nyaman, nyaman jua urusan. Sama-sama nyaman!”, Memang mau makan apa? Terlalu, kata Rhoma Irama.**(idabul, 25 Agustus 2008)
No comments:
Post a Comment