Thursday, August 21, 2008


Rangkap Jabatan

 Oleh: Taufik Arbain
(Dosen FISIP UNLAM)
Sebagai lembaga yang memilih dan menentukan terbentuknya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalsel, MATA Banua, Kamis (24/7) memberitakan adanya rangkap jabatan seseorang pada sebuah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dengan jabatan Tim Sukses Capres RI.
Kada gagampangan langsung jabatan Kepala Ahui. Sebenarnya fenomena rangkap jabatan ini adalah sesuatu yang biasa pada zaman Orde Baru, sebab dalam perspektif sosial kultural, rangkap jabatan seseorang dianggap memiliki kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni dalam mengelola sebuah organisasi baik formal maupun informal.
Efek dari rangkap jabatan yang namanya selalu ada disini dan disana diharapkan memberikan keuntungan untuk meningkatkan status sosial dan orientasi jangka pendek maupun jangka panjang yang diingininya.
Dalam bahasa politik bahwa rangkap jabatan merupakan salah satu sumber kekuasaan bagi seseorang untuk merebut dan mendapatkan banyak alokasi nilai-sumber dan kepentingan. Kata teman saya juga sebagai per-agakan di kartu nama dan lembar curriculum vitae bahwa dirinya sebagai Harat.
Fakta rangkap jabatan stategis ini banyak disayangkan karena ianya bukan didasarkan pada motif yang berkeinginan untuk mengemban amanah dengan benar, tetapi oleh motif banyaknya kepentingan yang sebenarnya sering tidak memberikan kontribusi optimal bagi organisasi tersebut. Jika jawabannya masih ada pelaksana harian atau pelaksana teknis lainnya yang bisa menghandle organisasi tersebut, adalah soal lain. Atau jabatan searah dan se-visi dengannya. Itupun masih membawa persoalan lemahnya optimasilisasi kinerjanya.
Persoalannya jika rangkap jabatan itu adalah hal yang sangat penting dalam penyelesaian masalah-masalah bangsa menjadi lebih baik, apalagi kontraproduktif terhadap perannya dengan jabatan yang dirangkapnya adalah sesuatu yang naif, tidak beretika dan akan membawa preseden buruk bagi keberlangsungan tatanan sistem sosial. Apalagi posisi sama sebagai Kepala Ahui-nya.
Jabatan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang menentukan dan menetapkan figur-figurnya melibatkan anggota DPRD yang terhormat, tentu institusi tersebut merupakan institusi yang memiliki kapasitas penting dalam soal menyelesaikan fungsi-fungsinya demi kemaslahatan publik. Nilai-nilai demokratis, integritas moral, independen, etika organisasi dan kapabilitasnya tentu merupakan unsur penting yang dikedepankan oleh komisi tersebut.
Karena ianya mengemban amanah tidak sekadar pada aspek bagaimana mutu sebuah penyiaran publik baik media cetak maupun media elektronik yang dibaca, didengar dan ditonton publik, ia memiliki fungsi independen terhadap segala kebijakan penyiaran di daerah.
Dalam konteks sekarang masa kampanye partai dan pilpres, dimana aspek komunikasi politik yang menggunakan peran media cetak dan elektronik sebagai media yang dianggap paling efektif, maka peran seseorang yang merangkap jabatan pada salah satu tim sukses Capres RI dengan Komisi Penyiaran (KPID) yang kerjanya dibayar dari uang rakyat ini akan mengganggu keteraturan sosial dan menghambat langkah negeri ini untuk menjadi lebih baik.
Lebih-lebih bukan tidak mungkin mengundang konflik kepentingan. Pandangan demikian sekali lagi semata-mata soal etika yang mesti dijunjung bersama untuk mentransfromasikan teladan yang baik bagi para aktifis yang ingin mengembangkan diri dan mendarmabaktikan dirinya bagi daerah dengan masuk dalam ragam institusi baik formal maupun informal.
Para aktifis sejati tentu saja malu jika berperilaku tangkap sana-tangkap sini, padahal dirinya sudah diamanahkan dan dibayar dari uang rakyat. Apalagi perbuatannya dengan gamblang membenturkan posisinya yang strategis dan independen dengan posisi yang dependen.
Di sinilah orang banua bisa melihat tontonan menarik dan mesti pandai mempetakan mana pihak-pihak yang benar-benar ingin membangun demokratisasi, perubahan sosial dan keteraturan sosial dan mana yang hanya mementingkan kepentingan pribadi saja. Nilai tauladan untuk turut bersama menjadikan negeri ini dan banua ini menjadi lebih baik tentu saja tidak bisa dikerjakan satu-dua orang, atau segelintir orang, tetapi perlu dilakukan tahap demi tahap.
Sebagaimana teori-teori perubahan sosial di negara berkembang, bahwa figur panutan/senior adalah salah satu sarana efektif ke arah perubahan sosial yang lebih baik. Pergerakan itu akan stabil apabila dalam prosesnya tidak ada hambatan yang berarti.
Ketika seorang teman saya tanya, apa kira-kira yang kamu ketahui dengan definisi rangkap jabatan? Ia menjawab, Tidak tahu! Tetapi kalau menjelaskan Gigi Berangkap, bisa ai! Haaa !!! ( Idabul Juli 2008)

No comments: