Sunday, December 14, 2008

Menyoal Kalsel yang (masih) ”sakit”.: Catatan Kritis Laporan Pembangunan Kesehatan

Oleh: Taufik Arbain


Laporan Khusus Pembangunan Bidang Kesehatan di Kalsel di Harian beberapa media November 2008 lalu menarik untuk dicermati bagaimana mengesankan keberhasilan pemerintahan Rudi Ariffin memberikan kontribusi besar dalam pembangunan selama ini sesuai dengan mottonya pada saat pilkada 2004 Kalsel Tersenyum.
Jenis-jenis laporan tersebut dalam perspektif reformasi birokrasi, memang merupakan kemajuan prestatif khususnya konteks transparansi kepada publik tentang pembangunan.

Namun demikian, tak jarang juga kehadiran laporan khusus sebagai jawaban atas perdebatan dan polemik-kritis dari publik maupun anggota DPRD seperti kasus pembelian sapi yang tak henti-hentinya tiap tahun anggaran dan bidang pembangunan kesehatan yang bagi orang awam boleh jadi sebagai sebuah kebenaran fakta, tetapi ketika dicermati memberikan kesan ada yang ditutup-tutupi.

Laporan khusus yang lalu, memberikan pesan kepada publik ada tiga hal penting yakni; pertama, bahwa pembangunan Kalsel kepemimpinan Rudy Arrifin anggaran bidang kesehatan di APBD terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 15%, atau sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Kedua, bahwa porsi besaran anggaran berkorelasi dengan membaiknya layanan kesehatan menuju perbaikan Angka Harapan Hidup dan IPM, dan penurunan angka gizi buruk. Ketiga, besarnya anggaran memberikan keleluasaan untuk mengembangkan kebijakan dan program kesehatan
.
Pertanyaannya adalah, apakah besarnya anggaran kesehatan tersebut memang demikian faktanya terjadinya peningkatan derajat kesehatan sejak kepemimpinan tahun 2004 hingga sekarang? Dan apakah tepat sasaran dan kemana saja anggaran yang semakin besar tiap tahun anggaran digelontorkan?
Saya tidak menduga, informasi dalam Laporan Khusus lalu tidak menggambarkan fakta yang menggembirakan dalam pembangunan dibidang kesehatan. Anggaran dibidang kesehatan di APBD tahun 2005 sebesar 133.877.561.000, tahun 2006 sebesar 172.990.683.000, tahun 2007 sebesar 217.207.860.630, dan tahun 2008 sebesar 234.839.031.860, dimana pergerakan anggaran dengan rata-rata peningkatan tiap tahun mencapai 29 %, 25% dan 8 %. Tetapi laporan pemanfaatan anggaran tidak sejajar dengan hasil kemajuan dan pergerakan kesehatan. Justru yang dilaporkan pergerakan kemajuan kesehatan tahun 1999 dan 2003 yang bukan masa kepemimpinan Rudy Ariffin (Angka Kematian Bayi menurun dari 65 per 1.000 kelahiran hidup (1999) menjadi 45 per 1000 KH tahn (2003).

Semestinya anggaran tahun pemanfaatan selaras dengan yang dilaporkan adalah pergerakan/tren bidang kesehatan tahun 2005, 2006 dan 2007 sesuai masa pemerintahannya. Adalah sesuatu yang keliru dalam pelaporan estimasi AKB mencapai 7 per 1000 kelahiran hidup tahun 2007 disajikan di tahun 2008. Semestinya di tahun 2008 ini tidak perlu ada lagi data angka berupa estimasi, karena semua anggaran telah digunakan untuk menjalankan program, sehingga data riil terlihat dan dapat dipublikasikan. Dalam studi kependudukan, angka estimasi adalah angka perkiraan/taksiran dimana belum dilakukan pendataan lapangan(survei). Angka estimasi biasanya diolah dari data sekunder sebelumnya dengan menggunakan asumsi-asumsi.
Data yang diterbitkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan jumlah kasus Kematian Ibu Provinsi Kalsel tidak mengalami penurunan yakni 75 kasus (2004), 59 kasus (2005) 76 kasus (2006) dan 75 kasus (2007). Kemudian kasus Kematian Bayi dengan tren 426 kasus (2004), 315 kasus (2005), 421 kasus (2006) dan 452 kasus (2007).
Selanjutnya tren Angka Kematian Neonatal (AKN) dan Angka Kematian Bayi (AKB) Kalsel (2003) masing-masing mencapai 23 dan 48 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini sangat mengenaskan jika dibandingkan dengan AKN dan AKB tahun 2007 masing-masing mencapai 39 dan 58 per 1000 kelahiran hidup. Bandingkan dengan Provinsi Kalteng AKN dan AKB tahun 2003 masing-masing 22 dan 40 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKN dan AKB Kalteng tahun 2007 masing-masing 13 dan 30 per-1000 kelahiran hidup. Terlalu pede Dinas Kesehatan Kalsel jika mengestimasi AKB Kalsel tahun 2007, yakni 7 per-1000 per kelahiran hidup sebagaimana isi Laporan Khusus.

Informasi yang terkesan manipulatif ini sangat disayangkan, sebab hal demikian bisa dikategorikan sebagai bentuk kebohongan publik yang dilakukan pemerintah Provinsi Kalsel. Apalagi bentuk laporan khusus selalu digunakan sebagai counter terhadap kritis yang dilakukan masyarakat. Fakta ini memberikan kesan pembangunan di daerah seakan tidak memiliki visi dan misi jelas, sehingga dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan derajat kesehatan, karena pemanfaatan data selalu keliru dan memainkan angka estimasi. Dalam melaksanakan pembangunan tentu memiliki apa yang disebut dengan Key Performance Indicator yang harus dicapai dalam missi dan visinya, termasuk pemanfaatan data sebagai alat perencanaan pembangunan dan formulasi kebijakan.

Harapan besar masyarakat Kalsel tentu saja besarnya anggaran APBD, APBN, Hibah dan bantuan asing yang digelontorkan semestinya tepat sasaran, sehingga tidak menimbulkan asumsi-asumsi kontraproduktif seperti adanya pengadaan dan pembiayaan perangkat fisik yang mahal (mark-up), mubazir dan berorientasi pada pelayanan orang berduit dibandingkan dengan program pelayanan pada keluarga miskin yang secara tersurat diakui pemerintah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan (baca juga kasus pasien tumor yang diterlantarkan di RSU Ulin). Sementara program yang mengarah pada sosialisasi, Program Kesehatan Ibu dan Bayi Lahir, Program Kesehatan Anak Balita, dan Program Kesehatan Usia Lanjut, dan pengambangan partisipasi kesehatan lainnya tidak terjadi empowerment yang memadai.

Atas fakta ini dan telaahan anggaran yang besar tidak berbanding lurus dengan peningkatan derajat kesehatan Kalsel diasumsikan kinerja dinas yang memprogramkan perencanaan di bidang kesehatan, Bappeda yang menganalisis-menelaah usulan, dan DPRD menganalisis, mengevaluasi, menyetujui dan mengawasinya diakui tidak cermat dan bertendensi pada ranah kebohongan publik serta kebijakan yang diskresi (cenderung korup). Jangan salahkan jika publik akan menilai terjadinya kongkalingkong ”segitiga emas” sebagaimana fakta-fakta pengadaan dan proyek yang diajukan dinas-dinas selama ini.

Dalam kasus ini paling tidak Pemerintah Kalsel perlu belajar dengan Provinsi tetangga termuda Kalimantan Tengah dalam banyak hal. Kasus IPM misalnya Kalteng berada dalam 10 besar dan terus meningkat, sedangkan Kalsel meskipun angka IPM sedikit mengalami peningkatan, namun urutan justru semakin menurun pada 26 dari 33 provinsi. Ini memberikan tafsir meskipun terjadi sedikit kemajuan dari peningkatan angka IPM, tetapi provinsi lain justru terjadi peningkatan yang signifikan khususnya di regional Kalimantan.

Maka wajarlah tidak ada kemajuan dibidang kesehatan dengan melihat data dari SDKI jika dikorelasikan dengan IPM Kalsel. Sebab data AKN dan AKB merupakan diantara indikator berhasil tidaknya pembangunan kesehatan suatu wilayah yang berkaitan erat dengan kondisi kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan dan perkembangan sosial ekonomi masyarakatnya. Penghargaan Kalsel mendapatkan urutan ke-3 dari 33 provinsi dalam mengatasi kemiskinan yang mengacu pada Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) bukan menunjukan keberhasilan secara komprehensif. Sebab ukuran keberhasilan pembangunan dianggap valid dengan instrumen pengukuran HDI (Human Development Index) yang memiliki komponen yakni Kesehatan, Pendidikan dan Pendapatan penduduk sebagai instrumen yang sering digunakan PBB dalam mengukur keberhasilan pembangunan negara termasuk suatu daerah Provinsi Kalsel yang realitasnya menunjukkan ketidakberhasilannya.

Jadi kasian rakyat Kalsel selama ini jika disajikan informasi yang manipulatif dan DPRD ternyata tidak mengerti apa-apa atas laporan khusus seperti ini sehingga bisanya hanya menyetujui anggaran yang tidak signifikan dengan keberhasilan pembangunan selama pemerintahan Rudy Ariffin. (penulis: Dosen Fisip Unlam)

2 comments:

Andin Salleh said...

Salam,

Apa khabar? Sengaja singgah di sini hagan bertanya khabar.

DR.Mohamed Salleh Lamry
Lot 5812/18, Taman Bangi,
Jalan Reko,
43000 Kajang,
Selangor,
Malaysia.

(HP: 6012-9331545)

HE. Benyamine said...

Ass.

Nah ... itu para wakil rakyat yang tidak mau (tidak mengerti) tentang bagaimana mengkritisi laporan pembangunan ... terlalu memang, malah senang jalan-jalan (akhir tahun juga kuker), tapi tetap saja tidak mampu melakukan perbandingan yang kasat mata sekalipun ...

Catatan yang menyadarkan ...

wass.
HE. Benyamine

www.borneojarjua2008.wordpress.com