Oleh : Taufik Arbain
Kegiatan Festival Budaya Pasar Terapung kali memiliki nuansa yang menarik. Setidaknya, lebih komprehensif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mengandalkan dua media simbol yakni, jukung dan sungai. FBPT sebagaimana dihajatkan oleh panitia tidak sekedar menampilkan atraksi dan pengingatan kembali kebudayaan sungai bagi urang Banjar, tetapi menampilkan unsur-unsur yang melekat dalam ranah sungai dan daratan.
Adanya kampung budaya, permainan tradisional, atraksi kesenian adalah cakupan satu even yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan kebudayaan lokal. Apalagi dilengkapi adanya diskusi pendalaman tentang sungai dan kebudayaannya secara terbuka di depan publik penonton.
Ini adalah langkah cerdas dalam mentransformasikan kebudayaan dalam membangun kesadaran berbudaya bagi masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesan penting bahwa kebudayaan bukanlah sebagai penghambat dalam membangun banua.
Kebudayaan lokal lewat even kali ini ingin mengetengahkan bahwa sungai dan kebudayaan merupakan urat nadi masyarakat Banjar yang memiliki nilai-nilai di tengah kuatnya disfungsi sungai karena efek dari pembangunan kota.
Disinilah perlu ditegaskan, bahwa even kali ini diharapkan tidak sekadar ajang proyek tahunan dan program mengembangkan pariwisata, namun dilihat sebagai produk dari suatu proses transformasi dimana ia diproduksi dan direproduksi di dalam kehidupan sehari-hari.
Sungai dan kebudayaannya bagi masyarakat Banjar melahirkan tiga skenario; pertama, sungai dan kebudayaannya ditanggapi sebagai alat yang melayani proses pembangunan, sehingga ia harus disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan pembangunan. Bukan sungai ”dimainkan-mainkan” dalam produk perda tetapi dilanggar jua.
Jika selama ini sungai dianggap kendala dan atau tidak memberikan banyak manfaat bagi kepentingan pembangunan karena kuatnya paham daratisasi, maka sungai harus dianggap sebagai suatu modal dasar yang bisa dimanfaatkan sebagaimana dilakukan di negara-negara maju, termasuk negara tetangga Thailand.
Kedua, sungai dan kebudayaannya lewat even ini sebagai langkah pengembangan ciri-ciri lokal yang mendukung proses perubahan secara luas yang mengedepankan faktor-faktor evaluatif, yang menilai perubahan dari paradigma kebudayaan.
Jadi even ini merupakan langkah melihat fungsi kebudayaan dalam perubahan masyarakat yang harus ditegaskan kembali. Keterbelakangan masyarakat selama ini bukanlah oleh kelemahan nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan tersebut, melainkan akibat nilai-nilai tersebut telah dikesampingkan dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Ketiga, sebagai kepentingan pariwisata, kebudayaan dihadirkan menjadi objek pembangunan yang dinamis dalam melayani konsumen atau pengguna jasa kebudayaan.
Kedepan, tentu saja ada kehadiran halte-halte (bukan pelabuhan biasa tanpa ada nilai arsitek budaya Banjar) dipinggiran sungai yang khusus mengantarkan wisatawan dari satu warung makan ke tempat jajanan yang lain dengan jukung tambangan bermesin, akan menambah penghayatan makna bahwa fungsi sungai sehingga mampu mendistribusikan nilai/pesan dan reproduksi kebudayaan sungai dalam banyak kepentingan pembangunan.
Event ini paling tidak mendukung kesadaran warga untuk mencintai budayanya yang didukung kehadiran sarana pendukung infrastruktur dan usaha-usaha masyarakat yang terintegrasi. Misalnya dibangunnya halte-halte diasumsikan mendorong kehadiran pedagang-pedagang bernuansa pariwisata di pinggiran sungai yang dilalui oleh kapal wisata.
Namun, kata teman saya, sayang sekali even semalam, rupanya ada kapal wisata yang bertambat ungkang-ungkang dan mambari kacar penonton untuk berlabuh saputaran-dua putaran dari Jembatan Merdeka hingga ke Jembatan Pasar Lama, tetapi tidak bisa dinikmati secara gratis untuk berlabuh, termasuk bayar seribu-dua ribu sekadar berbagi gembira dengan warga kota.
Alasannya? ” Siapa yang jamin kakanakan kalu ada yang tasungkam dan gugur ke sungai?”. Kalau begitu penumpang dibatasi dan dikontrol ketat!!! Sebagaimana penumpang yang bayar Rp. 600 ribu sekali berangkat di hari biasa. Iya Kan! Bravo Festival Budaya Pasar Terapung! (Banjarmasin, 2007)
No comments:
Post a Comment