Oleh: Taufik Arbain
Bila dukaku kutitipkan pada langit/
pastilah langit memanggil mendung/.
Bila kutitipkan resahku pada angin/
pastilah angin menyeru badai.......
Namanya Angel Lelga, cantik, berambut panjang, tinggi semampai, mata indah dan berkulit putih. Namun, sedikit kesan di aura wajahnya pangarasan.
Demikian pandangan kawan-kawan turut berkisah-kisah tentang seorang Angel Lelga, yang sebenarnya tidak memasuki ranah diskusi menarik, kecuali setelah heboh di infoteinment dengan seorang Banjar Haji Abdurahman Midi alias Aman Jagau.
Memang dalam kisah-berkisah itu, hampir rata-rata teman kesulitan menyebut nama Angel ini. Kajar. Saya pun sesekali diledek teman-teman ketika menyebut nama Angel. Tetapi saya tetap pede saja berdiskusi soal Angel, yang penting tetap dan masih dikaku-kaku sebagai ciri khas dialek orang Banjar rumpun Hulusungai.
Dalam lima tahun terakhir, nama orang Banjar cukup menghebohkan dunia infoteinment negeri ini. Dari kegiatan pengajian Arifin Ilham yang memiliki ribuan umat, Ian Kasela, Nadia dengan Pildacil, orang Amuntai yang memiliki biro jodoh terbesar di Jakarta hingga kisah Aman Jagau yang memperistri dua artis; Cucu Cahyati dan Angel Lelga.
Kisah kawin-berkawin Orang Banjar benar-benar dijustifikasi oleh Aman Jagau atas streotipe orang Banjar sejak dulu bagi etnis-etnis lain. Ini benar-benar memperkuat kajian yang dilakukan peneliti Australia dan Jerman, Amstrong (1998) dan Lesley Potter (2000) tentang orang Banjar di Tembilahan dan di Malaysia. Streotipe orang Banjar dalam pandangan etnis lain di kedua wilayah itu menyebutkan bahwa orang Banjar itu religius, suka berhaji, pandai berbisnis, suka merantau, tetapi suka memulai perkelahian dan berbini banyak. Jika hal ini dimiliki oleh seseorang, maka ianya sering dijuluki ”Raja AA” atau Jagau. Dan jika pangarasan dan tahan apilan, maka ia dijuluki Kaminting Pidakan.
Berbini banyak inilah yang dilakonkan Aman Jagau dan menegaskan tentang orang Banjar. Kalangan Akademisi sekelas Amstrong dan Lesley Potter, tentu saja senang mendengar kisah ini. Pasalnya riset Antropologi dan Demografi yang mereka lakukan tentang orang Banjar yang suka berbini banyak benarlah adanya.
Kembali ke Angel Lelga. Sikap keras Aman Jagau atas ulah Angel Lelga, tentu saja sebuah sikap kelaki-lakian yang tidak mau disimpan, didiamkan atau bahasa banua-nya tidak dikaku-kaku oleh seorang perempuan yang memiliki motif tertentu kepada seorang Aman Jagau. Kasarnya, duitnya handak, tapi kada dikaku-kaku. ”Emang, ikan yang mau disimpan di lemari es, Bang Haji ya!”.
Teman-teman lain pun menimpali bahwa tidaklah salah apa yang dilakukan Aman Jagau. Tradisi orang Banjar sejak dulu yang didukung oleh ajaran agama, bukanlah hal yang tabu dan maksiat. Punya saudara se-Bapak atau se-Ibu sejak dahulu biasa-biasa saja dan akur-akur saja. Dulu dimana ada kampung, pastilah ada apa yang diistilahkan dengan ”ratik kalambu”. Kalau orang Banjar yang suka berdagang dari kampung ke kampung dalam seminggu, maka ia memiliki istri di kampung yang ia singgahi. Kalau sopir? Itu biasa.
Sekarang, barangkali orang sekelas Aman Jagau, sudah melintas geografis yang luas dan kelas tertentu. Namun, rupanya memiliki seorang istri seperti Angel Lelga cukup kontroversial dengan tradisi Banjar yang kalau punya istri lebih dari satu harus dipadahkan dengan orang banyak. Angel Lelga rupanya lain, kalau dulu dirinya yang disimpan laki-laki, tetapi kali ini Angel yang mau menyimpan laki-laki. Tentu saja darah ke-Banjaran Aman Jagau menggurak, karena tidak dikaku-kaku.
Lalu salah seorang teman mengajukan pertanyaan. ” Handakah jua kaya Haji Aman Jagau?”. Semua yang namanya laki-laki di tempat kisah-berkisah Angel Lelga menjawab, ” Handaaaaaaaaak!”. Dasar orang Banjar.(Idabul, mei 2007)
No comments:
Post a Comment