Seorang teman dari Hulu Sungai mengontak saya tentang kasus pemecatan bupati HST Pak Syaiful Rasyid ulah DPRD HST beberapa minggu lalu. Saya pada saat liburan di Palangkaraya di tempat mertua, termasuk kaget. Ya… kaget, bahwa DPRD HST rupanya mau mengulang sejarah bagaimana DPRD Provinsi Kalsel pernah melakukan hal serupa kepada Gubernur Sjahcriel Darham dulu karena tekanan para demonstran yang membludak memenuhi gedung DPRD Kalsel.
Saya bertanya kepada teman tadi alasan mengapa DPRD menggugurkan vonis pemecatan tersebut. Rupanya karena kasus manipulasi pajak yang dilakukan pak Bupati dan dianggap melanggar Undang-undang.
Lalu saya balik bertanya, apakah ada laporan resmi dari pejabat yang memiliki otoritas menyatakan Pak Bupati bersalah atas perbuatannya tersebut dijadikan sebagai dasar pertimbangan dan mengikat? Dan bagaimana penyelesaiannya atau klarifikasi atas kasus tersebut? Kata teman ini yang belum jelas! Wah ini namanya vonis gampangan yang dilakukan oleh anggota DPRD.
Pemecatan yang dilakukan oleh DPRD memang sudah memenuhi mekanisme persidangan sebagaimana diatur dalam tatib DPRD. Namun demikian, dalam perspektif politik langkah yang dilakukan DPRD sangat prematur dan terkesan emosional. Bagaimanapun langkah pemecatan ini merupakan salah satu keputusan besar dari fungsi dewan yang memiliki dampak secara komprehensif terhadap kinerja pemerintahan dan sosial masyarakat HST.
Sebenarnya DPRD mesti mengumpulkan data-data yang lengkap, laporan dari pihak berwenang dan tetap membentuk pansus. Kasus penyimpangan dana atau kekeliruan kebijakan saja membentuk pansus, masa keputusan pemecatan seperti gampangan!. Ada ranah-ranah hukum yang mesti dilengkapi dan dicermati baru mengambil keputusan yang mengikat.
Terlalu sederhana menafsirkan fungsi-fungsi dewan sebagaimana diatur dalam tatib tanpa melihat aspek-aspek politis secara komprehensif. Sebab jika perilaku anggota DPRD melakukan fungsi otoritatif yang dimilikinya dengan gampangan, kada balanggar bulan, pasti ada Bupati di Kalsel ini akan mengalami nasib yang sama. Akibatnya apa-apa main pecat saja seperti memindah air dengan telapak tangan ke tempat lain dengan mudahnya.
Bagi saya akan sia-sia keputusan dewan tersebut jika tidak ditelaah dan dicermati dengan seksama. Justru akan menjatuhkan wibawa anggota dan lembaganya. Kasus ini rentan menimbulkan konflik di masyarakat. Nyatanya sampai sekarang, demonstrasi menentang tidak ada, bahkan mendukung pun tidak ada. Masyarakat sepertinya apolitis saja atas kasus tersebut.
Dalam sejarah pemecatan pejabat dalam hal ini Kepala Daerah yang dipilih melewati proses Pilkada langsung atau tidak, selalu dimulai dengan adanya riak-riak ketidakpuasan di arus bawah, kemudian bergerak mendorong anggota DPRD. Kecenderungan gerakan tersebut nyata berupa aksi-aksi yang bersifat massif dan dalam massa yang relatif banyak. Kalaupun tidak ada gerakan, yang utama biasanya menyangkut hal-hal kepentingan publik itu sendiri yang terganggu atau tidak terlayani.
Kalau kasus manipulasi pajak, ranah DPRD HST tentu saja menunggu dan atau mendorong adanya penyelidikan atas kasus tersebut hingga menjadi sebuah laporan yang menjadi dasar DPRD untuk mengambil keputusan. Termasuk pertimbangan publik. Bukan asal rapat bakumpulan, catuk palu maka gugurlah PECAT!.
Sekalipun berkas pemecatan telah disampaikan ke Depdagri. Saya meyakini akan kandas. Sebab di kementerian Dalam Negeri terbangun paradigma bahwa kasus-kasus yang menimpa Kepala Daerah cenderung diselesaikan pasca berkuasa, karena Kementerian Dalam Negeri tidak menginginkan adanya kekacauan dalam konteks pelayanan publik dan pemerintahan. Apalagi kasusnya masih belum tertangani oleh lembaga yang berwenang dan masa jabatan Syaiful Rasyid yang tinggal 1 tahun.
Untuk itu, DPRD HST mestinya belajar dari kasus pemecatan Gubernur Syachriel Darham yang dilakukan DPRD Provinsi Kalsel, toh masih menjabat sampai akhir jabatan. Itu saja aksi demo pemecatan luar biasa. Jadi anggota DPRD HST seharusnya lebih cerdas dalam memilah kasus-kasus tertentu sebelum mengambil keputusan besar seperti pemecatan. Anggota DPRD HST sebenarnya perlu belajar strategi jitu saja dalam mengungkapkan banyak hal untuk memecat seorang Kepala Daerah. Masih tidak lama kok, kalau memang sang Bupati bersalah dan mau menyaksikan seperti Syachriel Darham akhirnya.***(idabul, 1 Februaru 2009)
No comments:
Post a Comment