Monday, April 20, 2009

PLN Kita

oleh: Taufik Arbain

Kau yang nyalakan
Engkau pula yang padamkan

Saya sering tergelitik melihat persoalan masyarakat berkaitan dengan sering padamnya listrik. Lalu akhirnya teringat lagu Meggy Z, seperti dua bait lirik di atas. Inya tukang nyalai, inya jua tukang pajah. Mengapa sumber energi yang cukup di Kalimantan dan di Kalsel khususnya masalah ini selalu terjadi setiap tahun.
Ada banyak alasan yang dikemukakan pihak PLN.
Mulai dari perawatan mesin, kurangnya pasokan energi batubara untuk mengolah menjadi tenaga uap, maupun kekeringan untuk yang menggunakan tenaga air. Kemudian dari sekian tahun, penambahan kapasitas watt tidak sebanding dengan terus meningkatnya permintaan jaringan listrik dari masyarakat seiring dengan bertambahnya penduduk dan kebutuhan energi listrik yang besar untuk kepentingan industri dan usaha lainnya.
Apalagi penambahan dan pengembangan perumahan luar biasa meningkat. Kata teman, kontraktor perumahan milik Haji Anu kada payu, bila kada balistrik. Kuciakan buhan REI. Demikian juga buhan tukang pasang, AKLI. Sakit gawian kalau tidak ada pemasangan baru.
Saya melihat alasan ini memang sangat masuk akal dan bisa diterima, bahwa mesin perlu istirahat dan perawatan, karena listrik selalu On setiap waktu, kada siang – kada malam, kada sing rantian. Kalau beberapa mesin dirawat, otomatis kapasitas berkurang dan sebagian jaringan dipadamkan. Demikian pula, jika pasokan batubara kurang, maka produksi energi listrik juga berkurang.
Pertanyaannya adalah, mengapa situasi ini tidak diantisipasi dan dipersiapkan sedemikian rupa? Mengapa di daerah yang memiliki energi batubara besar, kok bisa dikatakan kekurangan pasokan? Kada kawa nukarkah? Larangkah?
Mengapa angkutan batubara ke pulau Jawa lancar-lancar saja? Demikian juga untuk energi listrik di Singapura dan Malaysia. Jakarta dan pulau Jawa jarang-jarang mengalami persoalan listrik demikian.
Analisa dalam perspektif teknis sudah sering dibicakan dan dijadikan alasan pihak PLN. Jadi saya mencoba melihat persoalan ini dalam perspektif sosial politik. Karena otoritas koordinasi PLN langsung dari pusat, maka Kepala Daerah pun tidak bisa berbuat banyak. Jakarta memang kuat, sulit menembus persoalan yang menyangkut hajat masyarakat daerah. Tetapi kalau yang bicara rakyat Aceh maupun Papua, pasti lain ceritanya. Ini Kalimantan yang selalu duduk manis.
Soal ini sampai-sampai teman saya berucap, memang lelah kalau daerah selalu tidak dianggap oleh Pemerintah Pusat. Seadanya!!. Tidak mau mengeluarkan anggaran mengatasi pengadaan infrastruktur dalam penambahan kapasitas. Kalau pun ada, mesti ada hitung-hitungannya lagi, dan biasanya kembali ke soal eksploitasi sumber daya alam.
Ada benarnya tanggapan teman, karena masalah sering padam ini, bisa dibandingkan dengan pulau Jawa. Persoalan ini belum lagi soal BBM yang membuat masyarakat pusing. Jelas. Usaha masyarakat lucut, pekerjaan yang diselesaikan malam hari harus ke siang hari, demikian pula sebaliknya. Pertanyaannya ada apa?
Akhirnya di masyarakat menyeruak obrolan-obrolan liar yang mengarah, mengapa pemerintah memperlakukan daerah yang kaya sumber daya alam untuk memasok energi listrik, dan punya modal untuk membeli infrastruktur harus mengalami kegelapan. Pertanyaan ini juga mengarah, mengapa daerah yang memiliki sumber daya alam berupa energi minyak harus mengalami antrean minyak dan berimplikasi naiknya harga kebutuhan dan tingginya biaya lainnya?
Obrolan liar ini sebenarnya sangat berbahaya seiring dengan terus menguatnya persoalan hajat orang banyak daerah yang tidak terurus, padahal jelas-jelas punya modal sumber daya. Lama-lama ini akan berdampak politis dan sinisme yang mendalam apabila dibiarkan. Sebab listrik dan persoalan BBM adalah kebijakan pemerintah pusat, sementara daerah yang kaya sumber daya itu, faktanya tidak dianggap.
Kata teman saya, ” Kalau begini terus, sudah lelah hidup bersama republik!”.
Umai.....hati-hati, Kata saya. Kena kalimat itu, membahayyyyyyekan, jar urang Kelua.**** (Idabul, 17 Desember 2007)

1 comment:

Kakawalan said...

Usaha penetasan/pembibitan ayam buras arab saya stop satu tahun lalu karena masalah PLN yg padamnya ngak ketulungan dan sulitnya BBM, kesal sekali rasanya hati ini karena negara tidak memperhatikan dgn sungguh-sungguh hajat hidup masyarakat terutama Listrik dan BBM. sdh berapa banyak UKM yang rontok gara-gara hal tersebut????. tdk usah lagi ada cresh program2an kaya ini jua nasibnya.