Oleh: Taufik arbain
Sehari sebelum Hari Raya Idul Adha saya sekeluarga menuju Palangka Raya untuk berkumpul dengan mertua. Dalam perjalanan selalu yang saya perhatikan adalah kenyamanan berkendara di jalanan, yakni membandingkan antara sepanjang jalan di wilayah Kalsel dengan wilayah Kalteng. Saya meyakini banyak orang bersepakat bahwa sepanjang jalan di wilayah Kalimantan Tengah baik menuju arah Barat atau Utara selalu merasakan kenyaman berkendara.
Malah ada anekdot, bahwa jika anda dari Palangka menuju Banjarmasin sedang tiduran, kemudian jika merasakan tiduran anda terganggu seperti di kapal laut artinya anda sudah berada diperbatasan Kalsel-teng dan memasuki wilayah Kalsel. Nah, sekalipun sekarang terjadi perbaikan jalan Negara luar biasa di kawasan Kalsel, tetapi tetap saja kalah bagus, rapi, nyaman dibandingkan dengan jalan milik Kalimantan Tengah.
Apa pasal? Pertama, nampaknya Dinas Pekerjaan Umum dalam melakukan proyek pekerjaan jalan terpaku pada konsep pembuatan jalan pure saja. Kalau sekadar pure saja, itu urusan bidang lain dan teknis yang dilakukan konsultan maupun pihak perusahaan jasa konstruksi. Ini memberikan tafsir bahwa pembuatan jalan demi kenyamanan berkendara sekadar melihat aspek fisik dan mengikuti standar baku yang tidak mengedepankan nilai-nilai/falsafah keselamatan pengedara maupun pejalan kaki secara komprehensif. Lalu dimana pihak yang melakukan pengawasan atas kebenaran standar jalan yang dibuat.
Kenyamanan jalan tidak sekadar tingkat kemulusan jalan laluan, tetapi kelengkapan lainnya yang mendukung keselamatan pengguna jalan seperti marka jalan, lampu jalan termasuk median jalan secara komprehensif.
Kedua, karena faktor pure tadi, sering ditemui hampir di semua ruas jalan baik menuju Palangka, Kotabaru maupun Hulusungai selalu tidak disertai media jalan yang sempurna, bahkan sepanjang jalan baru yang telah diperbaiki dan memungkinkan dibuatkan median jalan, justru diabaikan. Buru-buru mengeluarkan anggaran untuk kenyamanan lingkungan di sekitar laluan jalan dengan cara menebas rumput sehingga sepanjang jalan kelihatan bersih.
Soal median jalan di Kalsel ini agak mengherankan . Bagaimana bisa setiap kali rehab atau perbaikan jalan selalu saja tidak memperhatikan kelengkapan median jalan. Bukankah fungsi median jalan sebagai suatu pemisah fisik jalur lalu lintas yang berfungsi untuk menghilangkan konflik lalu lintas dari arah yang berlawanan, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan keselamatan lalu lintas. Bukankah median jalan bisa saja sebatas garis putih putus-putus tetapi sangat membantu dalam perjalanan dengan kecepatan tinggi pada siang hari apalagi pada malam hari.
Kata orang-orang, “di Banjar ini jangankan meulah garis putih lurus pada sisi jalan dengan median jalan, meulah median jalan sabuting ja ngalih”. Pertanyaannya, “kadada duitnyakah? Atau kada pakai aturan standarkah dalam pembuatan jalan? Atau memang tidak tergerak hati nurani untuk amanah setiap membuat atau memperbaiki jalan dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan? Lalu kata teman tadi,” Kada supankah lawan provinsi tetangga?”.
Keheranan saya semakin memuncak, jika kita melakukan perjalanan ke Palangka Raya misalnya, kemudian di perjalanan ada menemui lubang mengangga, nanti tidak berapa lama dalam satuan hari lubang menganga tadi sudah ditutupi dengan rapi. Tetapi agak aneh di Kalsel, kalau ada lubang menganga justru tidak mendapat perhatian baik dari Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten / Kota. Justru yang terjadi dibiarkan sampai berpotensi merusak lapisan aspal yang ada dan saling lempar tanggung jawab antar level pemerintahan.
Kenapa di Kalteng bisa menyelesaikan persoalan sederhana tersebut? Akibat kasus median jalan yang tidak ada dan sempurna serta akibat jalan berlubang tidak sedikit memakan korban.
Kata teman-teman barangkali, jika ada diantara pengambil keputusan soal jalan yang nyaman itu ada diantara dirinya atau keluarganya yang tertipa musibah akibat dua perkara yang gampang diselesaikan baru akan menyadari kekeliruan dan kekurangperhatian dalam memberikan keputusan terbaik dalam perbaikan jalan dan kenyaman. Harapan kita semoga saja aman-aman saja dan segera berpikir dalam paradigm memberikan rasa nyaman dan aman.**(Idabul Mata Banua, 7 Desember 2009)
.
No comments:
Post a Comment