Oleh: Taufik Arbain
Nampaknya kebersihan dan keindahan Kota Banjarmasin sudah menunjukkan kemajuan. Tata kota sudah pandai memilah dan memilih lokasi strategis untuk dikembangkan dalam menjadikan kota ini tidak sekadar tedur, sejuk juga nyaman dipandang karena kiri-kanan dan tengah sudah bertabur pohon, tanaman dan bunga. Sebab dalam perspektif teori birokrasi, pemenuhan akan kenyamanan bagi warga kota adalah bagian dari prinsip pelayanan public.
Pelayanan publik ini memiliki makna yang luas dan subtantif tidak sekadar prosedural belaka. Bahwa semisal pohon ditanam, bunga ditanam harus diikuti pula dengan perangkat kebijakan perawatan dan pemeliharaan, termasuk melakukan koordinasi dengan pihak lain. Lemahnya koordinasi antar pihak dalam integritas kerja satu manajemen (baca: pemko) menyebabkan munculnya egoism sektoral yang mengedepankan kepentingan sector yang dipimpinnya.
Nah, boleh jadi ini berlaku pada perilaku pemungutan sampah oleh truk sampah Dinas Kebersihan Kota Banjarmasin. Bagaimana tidak, pengambilan sampah yang dilakukan oleh truk pengangut pada saat jam-jam sibuk berlalu lintas sehingga menimbulkan kemacetan. Nampak sekali ke egoan para pekerja pemungut sampai, masa bodoh dengan kemacetan jalan seperti kasus di Jalan Veteran Gatot Soebroto. Bukannya sekali, tapi rancak!
Bukankah melakukan pemungutan sampah seharusnya bukan pada jam-jam sibuk? Karena efeknya memperlambat pekerjaan dan merendahkan produktifitas warga . Kita ingin menegaskan, bahwa pemungutan sampah adalah bagian dari pelayanan publik. Tetapi mengganggu kelancaran lalu lintas bagian pengingkaran terhadap pelayanan publik itu sendiri. Inilah yang dimaksudkan adanya ego sektoral antar lembaga. Justru aturan main yang ada mengedepankan soal pelayanan publik yang terintegrasi dengan lembaga lainnya.
Buat apa taman yang indah dan pohon yang rindang, tetapi pagi-pagi mau bekerja dihambat oleh truk pengangut sampah yang posisinya separuh memakan jalan umum? Maka kada tahu-tahu ja muha sopirnya. Seakan mereka sedang menjalankan tugas mulia sehingga pengendara lain harus maklum. Padahal memungkinkan diandak sedikit ke pinggir,
Bukan seperti itu ranah pemaklumannya! Justru mengedepankan pelayanan publik yang komprehensif sebagai bagian dari lembaga Pemko Banjarmasin seyogyanya harus berpikir makro.
Dalam konteks ini saya bertanya di hati, apakah Kepala Dinasnya tidak tahu menahu? Ataukah sang Kepala Dinas pemahamannya adalah bagaimana sampah terangkut dan dalam volume berapa selama satu tahun? Atau sekadar mampu menetapkan siapa saja yang mengangkut dan berapa tenaga kerja lepas yang diperlukan?
Kalau begini cara berpikirnya, sangat disayangkan bahwa pemahaman Kepala Dinas Kebersihan terhadap pelayanan publik yang makro hanya sekadar asal sampah terangkut saja. Soal warga kota kemacetan, mancium bau, tahamburan dan lainnya adalah sesuatu yang biasa. Apalagi umpama oknum pegawai baucap…” bah itu gin syukur jua diangkut!”
Soal pengelolaan kebersihan haruslah mengedepankan prinsip yang berwawasan kelestarian lingkungan dan berkelanjutan, tetapi juga harus diperhatikan variabel lain seperti tidak terganggunya publik dalam berkendara atas proses kerja bersangkutan. Inilah sering kali kita menyayangkan cara kerja yang tidak sekadar memahami job description secara mikro tetapi visi dan misi secara makro dalam konteks pelayanan publik.
Contoh yang paling gampang, Duta Mall memiliki beberapa seksi dalam melayani konsumen baik soal marketing, kenyamanan belanja, kebersihan termasuk keamanan yang terintegrasi. Seharusnya pemerintah harus bisa melakukan koordinasi antar lembaga yang mampu melayani publik secara makro.
Kasus truk sampah ini hampir mirip dengan kerja Dinas Pasar yang asal-asalan. Bahwa fungsi Dinas Pasar tidak sekadar mengelola pasar dengan memungut retribusi atau mengatur lapak, tetapi bagaimana menciptakan publik konsumen merasa nyaman dan aman berbelanja tanpa takut kecopetan. Bukankah begitu seharusnya melayani publik. Kalau merasa tidak mampu segera ajukan surat pengunduran diri sebagai bentuk tanggung jawab moral! Kasian warga kota.(Idabul Harian Mata Banua, 4 Januari 2010)
No comments:
Post a Comment