Sunday, March 28, 2010

Operasi Senyap

Oleh: Taufik Arbain
Sepertinya dunia politik memang melahirkan banyak istilah yang menarik. Baik maksudnya menegaskan secara gamblang kosa kata dari sebutan lain, maupun mengungkapkan secara terselubung untuk membahasakan perilaku sekelompok orang atau sebutan lain.
Seorang teman pagi-pagi sudah meng-sms saya,” Pilkada Kalsel bisa ada jua operasi senyapnya ni bujurkah Wal?”
Saya langsung terbahak-bahak membaca sms kawan tersebut. Sebab tepat satu menit saya membaca salah satu media yang ada memakai istilah Operasi Senyap dalam laporan Muktamar NU di Makassar. Tentu saja istilah tersebut menarik bagi saya untuk dipopulerkan dalam melakukan analisis politik dalam rangka momentum Pilkada Kalsel. Boleh jadi istilah serupa Serangan Fajar akan menghilang karena kosa kata sudah hamper 15 tahun mewarnai peistilahan politik uang dalam kontek pemilu.
Kata operasi memang lazim di telinga khalayak merujuk pada kegiatan para medis dalam melakukan pembedahan sesuatu penyakit terhadap pasien. Sedangkan makna lain, ketika kata operasi ditambah kata belakang maka ianya akan memiliki makna yang lebih spesifik semisal operasi plastik, operasi Ketupat, Operasi Narkoba dan lain sebagainya yang bermakna ada kegiatan dengan mengesankan aktif, dinamis dan progresif.
Ketika kata operasi ditambah ‘senyap” dan dikaitkan dalam konteks memperebutkan kekuasaan sekalipun sekadar kekuasaan pimpinan organisasi Islam terbesar bukan hal mustahil ditafsirkan sebagai bentuk tindakan atau perbuatan yang sifatnya demoralisasi. Bahasa kasarnya terjadi money politic dalam meraih dukungan untuk dipilih menjadi Ketua Umum NU.
Barangkali karena setting timing berbeda dengan kondisi pemilu legislatif, Pilpres maupun Pilkada yang dilakukan sejak pagi pukul 08.00, maka tidak tepat jika disebut dengan “serangan fajar”, paling tidak pengurus cabang dan ranting yang memiliki suara cenderung untuk dilakukan dengan istilah di “Karantina”, sebagaimana pemilihan Gubernur maupun Bupati lewat anggota DPRD dari H-1 hingga pada hari “ H”.
. Justru yang terjadi lebih dari apa yang disebut dengan Operasi Senyap. Kenapa saya katakan demikian, sebab sangat memungkinkan pengulangan kecurangan kembali terjadi sebagaimana Pemilu Legislatif baik kartu suara yang sudah dicontreng, lipatan kartu suara berisi uang Rp.50.000 tetapi sudah dicontreng, apalagi apa yang disebut dulu dengan serangan fajar.
Riset atau survey yang saya lakukan berkaitan dengan pemilu dan pilkada misalnya, hampir di atas 70 % responden mengaku tidak ada kecurangan, 15 % ada kecurangan sisanya Tidak Tahu. Padahal jawaban responden ketika dipetakan berdasarkan wilayah pernah terjadi kasus kecurangan. Ini bisa dimaknai sebagian besar responden yang merupakan pemilih tidak berani untuk mengungkapkan karena harus bersaksi sebagaimana diatur dalam UU Panwas, kemudian boleh jadi bagi mereka menikmati gerakan serangan fajar tersebut.
Pilkada Kalsel sangat memungkinkan terulang kembali pola-pola demikian, sebab bukan tidak mungkin misalnya diantara kandidat untuk memenangkan pertarungan menyiapkan dana 3 Milyar untuk satu kabupaten/kota di Kalsel dalam rangka BOM uang dalam Operasi Senyap dimaksud. Asumsinya tentu saja tidak akan ada yang berani melapor dan Panwas diasumsikan tidak begitu menyoal selama tidak ada laporan atau “menyulitkan” kerja Panwas.
Soal tampilan berebut kesalehan, dekat dengan ulama dan tuan guru, habib maupun tokoh adat adalah sekadar jualan belaka, termasuk setiap baliho para kandidat atau kalender berfose dengan background masjid atau istana-istana dengan penanggalan Hijriah pula. Namun itu tadi sangat memungkinkan operasi senyapkah atau serangan fajar tetap akan dilakukan. Sesuatu kontradiktif dengan kepalsuan yang dicitrakan di publik demi kekuasaan.
Kekuasan memang menggiurkan, tidak sekadar kandidat yang akan berkuasa, tetapi orang-orang disekitarnya yang memiliki kepentingan besar baik itu pengusaha, politisi, akademisi, sanak keluarga maupun para oknum Tuan Guru yang menambah profesi menjadi makelar politik tim sukses hingga militan ikut turun ke kampung-kampung dan ke pasar-pasar, padahal dulu cuma duduk manis di majelis dan pesantren.
Jadi gerakan-gerakan proses pilkada Kalsel saat ini baik di kabupaten/kota maupun provinsi tidak sekadar Operasi Senyap berupa adanya amplop-amplop serangan fajar, tetapi dari kemarin hingga saat ini dan menjelang hari H telah melakukan operasi-operasi yang sangat terbuka dan sangat gambling. Sebab ada situasi status qou yang harus dipertahankan bagi mereka yang punya kepentingan termasuk meningkatkan jenjang.
Soal sms teman tentang Operasi Senyap tadi, saya langsung balas, “ Pilkada Kalsel sudah melewatinya hingga namanya Operasi Batampai”***(idabul, 27 Maret 2010)

No comments: