Sunday, April 18, 2010

Calon Bayangan

Oleh: Taufik Arbain
Yang namanya bayangan adalah sesuatu yang abstrak, tidak nyata. Bayangan atau humbayang adalah sesuatu yang menyerupai tepat berada diantara kita, kemana diri kita ada disitu dia berada. Penjelas sederhana adalah ketika berada di suatu tempat, kemudian terkena suatu sinar, kemudian pantulan sinar tersebut akan membentuk bayangan diri kita.

Bayangan akan berbeda makna dan tafsir ketika dalam konteks berbeda. Kata bayang akan berbeda makna jika dibentuk teks “dibayang-bayangi” lebih bermakna negatif bagi seseorang untuk merebut sesuatu semisal membawa bola karena teks dibayangi menjadi penghalang bagi gerakan seseorang mencapai gol.
Dalam konteks politik istilah calon bayangan justru sesuatu bagian dari pihak yang melakukan rekayasa untuk menggolkan dirinya dalam merebut kekuasaan. Calon bayangan dalam demokrasi dijadikan pembenar untuk memastikan secara simbolik dan prosedural bahwa demokrasi telah memenuhi unsur-unsur ideal dimana pertarungan antar pihak telah dilewati dengan proses bertanding secara fair.
Hadirnya calon bayangan biasanya sengaja dihadirkan, ketika tak siapa pun yang menjadi competitor dalam proses demokrasi untuk merebut kekuasaan, agar memudahkan bagi pihak yang ingin melenggangkan kekuasaan. Atau calon bayangan sengaja disiapkan dalam kontek memecah suara pihak lawan lainnya sehingga persentase perolehan pihak lawan kecil dan tidak memenuhi syarat untuk bertanding, apabila ada ketentuan 2 putaran sebagaimana diatur dalam mekanisme aturan main.
Parahnya jika pembentukan calon bayangan setelah dilakukan penghajaran terhadap calon lain, semisal melakukan monopoli terhadap dukungan partai sebagai prasyarat dukungan, atau juga melakukan rekayasa di tingkat KPU untuk menghalangi tidak memenuhi syarat-syarat lain. Ini biasanya apabila ada calon lain yang dianggap sebagai lawan yang kuat dan berbahaya bagi proses kemenangan dirinya. Biasanya dalam rekayasa besar ini selalu diselesaikan dengan kekuatan duit.
Monopolisitik atas dukungan partai dan adanya rekayasa calon bayangan misalnya sebagai bentuk-bentuk paradoks demokrasi. Dimana ada situasi proses dipilih dan memilih tetapi ada bagian tertentu dari demokrasi hanyalah prosedural yang jauh dari subtansi demokrasi itu sendiri. Huntington dalam pandangannya jauh-jauh hari telah melihat bahwa akan terjadi dalam proses demokrasi di abad kini apa yang disebut dengan paradoks demokrasi tersebut.
Hadirnya calon bayangan merupakan bentuk-bentuk korupsi kekuasaan dan politik yang mendustai rakyat. Pembajakan dan penjarahan demokrasi sebelum dilakukan pencoblosan saja telah dilakukan oleh elit partai politik, justru dalam prosesnya semakin parah diikuti dengan kebohongan publik yang luar biasa.
Sementara tampilan di hadapan publik seakan-akan pihak-pihak yang paling saleh dengan menghadirkan tuan guru, ulama dan para habaib untuk melegitimasi dan menghipnotis rakyat bahwa dirinyalah pemimpin yang paling mencintai ulama dan siap memegang amanah rakyat. Campur aduk peran dari seorang pembohong dan seorang yang dicitrakan paling saleh bergumul menjadi satu dalam proses demokrasi untuk merebut kekuasaan.
Seorang teman bertanya, kalau fakta politik dan proses demokrasi seperti siapakah yang paling bodoh kata teman saya? Teman saya yang lain menjawab, ya… tentu saja rakyat yang bodoh karena telah dibodohi dan sangat jauh diupayakan pendewasaan politik rakyat.
Lalu teman saya yang lain berucap, bahwa para tuan guru dan ulamakah yang bodoh, karena tidak pernah paham bahwa ilmu pengetahuan yang mereka miliki tidak mampu menakar ulang dan menafsir apa yang dilakukan seseorang yang minta dukungannya secara moral dan emosional telah melakukan kebohongan pada dirinya dan rakyat?
Saya justru mengatakan, yang paling bodoh adalah justru seseorang yang telah melakukan kebodohan dan kebohongan dalam proses demokrasi dengan cara menghalalkan segala cara. Pandangan bagi orang yang sejalan, boleh jadi orang ini paling cerdas karena punya strategi jitu, tetapi bagi pihak lain justru inilah seseorang yang senyatanya ber-IQ jongkok.(Idabul 11 April 2010)

No comments: