Wednesday, June 16, 2010

Tujuh Hal Kemenangan 2M

Oleh: Taufik Arbain
Perhelatan pemilu kada Walikota Banjarmasin 2010, boleh jadi warga kota mengalami political shock (keterkejutan politik). Hal ini disebabkan dalam tataran awam bahwa incumbent akan sulit terkalahkan selama tidak ada negative momentum yang mengiringinya bersentuhan dengan emosional pemilih seperti kasus korupsi, seks atau pun kebijakan kontraproduktif hingga menjelang pencoblosan.
Bahkan ekspose lembaga survey nasional se-kelas LSI yang disewa oleh Partai Golkar maupun lembaga survey lokal lainnya di bulan Mei pun rontok yang mengunggulkan pasangan AYUHA di atas 50%, sementara angka 2M dikisaran angka 30% . Padahal deference angka ini relatif permanen untuk tidak tergoyahkan. Kalau pun terjadi “peristiwa politik khusus” dalam skala sedang kemungkinan tergerus angka penurunan sekitar 10 %.
Jadi peristiwa politik pemilukada di Banjarmasin menarik dicermati. Dalam konteks ini analisis yang dikembangkan bahwa ada tujuh hal penyebab kemenangan pasangan 2M ini; Pertama, Solidnya mesin partai politik PBR dan tim suksesnya sebelum Pemilu Legislatif hingga pemilu kada dalam melakukan gerangan serangan udara, darat dan gerilya sehingga konstituen cenderung terpelihara. Langkah ini sebenarnya merupakan aktifitas yang sering dilakukan kader PKS sebelumnya, tetapi nampaknya PBR lebih massif dan militant. Sekalipun berbarengan dengan pemilukada Gubernur, namun kerja-kerja aktifis sepenuhnya untuk memenangkan Ketua Partai H Muhidin yang mencalonkan menjadi Walikota. Ini linear dengan konsistensi pemilih PBR pada pemilu Legislatif terhadap pasangan 2M mencapai 72.9%, sebuah angka yang relatif sama dengan konsistensi pemilih PKS terhadap AYUHA, dibandingkan dengan pemilih dari partai lain, apalagi pemilih Partai Demokrat yang mengusung Zulfadli-Ghais hanya 2%, sebuah swing voter yang sangat tajam.
Kedua, Silaturahmi politik (SP). Sekalipun semua kandidat melakukan pola yang sama terhadap pemilih, namun 2M telah melakukan jauh-jauh hari hingga semakin militant menjelang hari H dengan semakin memperbesar boncengan fasilitas publik dan individual. Gerakan SP, 2M sangat pandai membaca faktor-faktor demografi sosial-ekonomi, khususnya masyarakat miskin kota pinggiran yang secara piramida penduduk lebih besar. Konsep perang Mao Zedong “Desa Mengepung Kota” menjadi andalan pergerakan silaturahmi politik 2M. Pola ini menegaskan gerakan politik populis melawan gerakan politik elitis.
Ketiga, Konstruksi Jaringan sosial keagamaan dan relawan. Ini pola yang sering digunakan kelompok sosialis sayap kiri. Dimana pembinaan dan konstruksi jejaring adalah taktik populis dan relatife permanen, lebih-lebih terhadap masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Kegiatan keagamaan setiap minggu selain memenuhi simbol“rasa religius” orang Banua, sekaligus konsolidasi pemilih. Mereka yang datang ke kegiatan tersebut dijadikan sebagai relawan dan tim untuk memenangkan 2M. Maka sangat memungkinkan jejaring ini menambah anggota kepada anggota masyarakat lainnya. Tak syak lagi, tiba-tiba orang sekampung dan se-komplek menjadi anggota atas nama relawan yang mendapatkan “honor” atas jasanya dimana Panwas akan sulit menjerat dalam pasal money politic.
Keempat, Pendekatan Sosial Ekonomi, dimana kuatnya jejaring sosial dan militansi tim sukses sebagai mesin yang sering mengantar publik pemilih masuk dalam ranah “memecahkan masalah tanpa masalah”. Publik pemilih yang bermasalah persoalan ekonomi akan selesai masalahnya dengan datang pada H Muhidin. Konstruksi mainset ini menjadi kampanye gratis yang didengung-dengungkan warga kemudian dengan membandingkan bantuan dari pemerintah kota (Walikota) . Performance kedermawanan ini sesuatu yang berada dipuncak pikiran mereka dibandingkan kepintaran seseorang, kapabilitas dan lainnya dalam membangun kota, sekalipun sekelas incumbent. Demikian pula bagi tim sukses yang menganggap cost politic yang limpuar.
Kelima, Resistensi Isu Miring. Ini situasi yang berbeda dengan kasus Zairullah Azhar yang sibuk mengatasi isu miring sehingga segala kebaikan yang dibangun kepada pemilih relatif tidak efektif mengantarkan pada elektabilitas. H Muhidin relatif kecil memiliki isu miring tentang siapa dirinya. Bahkan lawan tidak ada membuat jargon yang menohok sebagaimana dilakukan DUA RUDY atas rival terkuatnya ZA dengan ikon Asli Urang Banua. Performa kedermawanan H Muhidin mematahkan jargon,” ambil duitnya (kebaikannya), jangan pilih urangnya!”.Sesuatu yang terbalik dengan ZA.
Keenam, Adanya pilihan alternatif. Perang bintang di kota Banjarmasin sebenarnya diprediksi antara AYUHA dengan 2M. Ini akhirnya bisa dilihat hasil rekap KPUD Banjarmasin. Pergerakan suara pemilih pada masa kampanye ada dua pasangan ini, antara melanjutkan pembangunan dengan kedermawanan. Sebab tidak ada semua calon pun memiliki visi-misi yang spektakuler dan memberikan kuat kepercayaan publik. Bagi masyarakat pinggiran nonsen dengan visi-misi, sehingga aspek performa yang menjadi nilai tertinggi. Ini pulalah juga yang diduga rendahnya dukungan birokrat terhadap incumbent, semisal berkaitan tidak adanya tunjangan tiap tahun sebagaimana dilakukan Rudy Ariffin terhadap bawahannya dimana turut membantu mengkampanyekan DUA RUDY pada sanak – keluarganya, sebuah isu terbalik buat ZA yang memotong gaji bawahan 2,5% untuk zakat profesi. Jadi pilahannya 2M dianggap pilihan alternatif selain incumbent.
Ketujuh, Adanya peristiwa luar biasa; bentuk ini oleh kalangan lembaga survey dianggap sebagai tsunami politik. Karena peristiwa ini mampu menggeruskan tingkat kepercayaan survey 95% dengan margin of error di kisaran 3 – 5 %. Peristiwa luar biasa ini adalah dugaan” bom atom “ yang berskala daya ledak peruntukkan Kalsel, tetapi jatuh di lingkup kota dengan luas hanya 72 Km2 dengan pemilih sekitar 450-an ribu. Hal ini mengalahkan peristiwa luar biasa lain berkaitan dengan kebakaran Ujung Murung yang mencederai elektabilitas incumbent. Benar atau tidak, setidaknya goncang-ganjing “ bom atom” begitu meluas khususnya di space pinggiran. Jadi fenomena politik selalu mengejutkan.!!

Penulis: Dosen Fisip Unlam, (Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Politik dan Pembangunan Daerah).

No comments: