oleh: Taufik Arbain
Dalam sebuah kegiatan di Bandung minggu lalu, saya sempatkan membaca berita beberapa media via internet. Ada berita yang boleh dibilang tidak mengenakan berkaitan dengan kegiatan diskusi tentang PLN yang diadakan Pemerintah Provinsi bersama stakeholder, dimana adanya pengusiran peserta diskusi oleh moderator. Kenapa?
Saya kira dalam konteks memperdalam substansi yang dirasakan oleh ramai publik berkaitan dengan PLN sebagai objek hajat orang banyak tidak sepatutnya terjadi adanya tawaran statement pengusiran peserta, jika persoalannya masih bisa ditoleransi. Ada dua hal yang penting menjadi pencermatan ketika kita bersama menghadapi dan bersama-sama memikirkan soal hajat orang banyak ini.
Pertama, bahwa kasus sering padamnya listrik adalah masalah bersama dan tentu saja menjadi perhatian publik. Plin-plan PLN selama ini atas masyarakat Kalsel tentu saja banyak pihak yang kecewa dan garigitan sehingga apa saja statement manajemen PLN akan menjadi sorotan publik. Maka dalam kegiatan diskusi saya kira sangat wajar menghadapi situasi yang memang akan memungkinkan banyak pihak tidak terkendali emosi.
Dalam kegiatan berdiskusi sangat dipastikan akan ada situasi yang demikian, lebih-lebih persoalan yang krusial. Namun demikian, bukan berarti momentum pemaparan dan tanggapan krusial ini harus dibungkam dengan sikap yang memasuki ranah “tidak ada maaf bagimu”,padahal ada cara bijak sebagai peringatan pertama kepada pihak yang jika dianggap tidak mematuhi etika berdiskusi.
Kedua, sebuah diskusi krusial, tentu saja akan ada pihak yang vis a vis (saling berhadapan). Maka tugas pemimpin diskusi (moderator) yang harus memahami dan mempetakan situasi apa saja yang akan terjadi dalam proses diskusi berlangsung. Dalam bahasa lain ada upaya-upaya yang disiapkan, salah satu yang paling utama adalah aturan yang disepakati dalam proses diskusi (setting standards, harmonizing, relieving tension, encouraging dan coordinating).
Saya kira jika hal-hal dimaksud telah dilakukan pemimpin diskusi, maka peserta diskusi yang terdiri orang-orang terpelajar sekalipun mendiskusikan masalah krusial dan panas akan menghormati mimbar yang terhormat. Sekalipun demikian, tentu saja tidak harus muncul statement yang justru mengaburkan subtansi isi diskusi sebagaimana dikabarkan media.
Jadi sangatlah wajar, dalam diskusi ada situasi panas karena berhadapan dengan banyak peserta yang memiliki pandangan dan argumentasi tersendiri. Disinilah pembuktian kemampuan pemimpin sidang/diskusi dalam memilah dan strategi dalam mengapresiasi sikap dan perilaku peserta diskusi yang beragam ulah dan perilaku dan situasi psikologis.
Ketika banyak pihak memanfaatkan momentum diskusi memang adakalanya ragam pendekatan yang dilakukan peserta diskusi. Ada yang menanggapi dengan bahasa dan pendekatan yang soft dan santai, tetapi pasti ada juga yang provokatif dengan maksud mengingatkan pihak PLN jangan main-main dan diskusi jangan hanya sekadar prosedural partisipasi publik, sebagaimana banyak anggapan terhadap kegiatan musrenbang selama ini.
Jadi saya kira kejadian kemarin adalah catatan berharga bagi banyak pihak, bahwa hal yang positif kita semua adalah pihak-pihak yang turut serta memikirkan kepentingan orang banyak menghadapi amburadulnya manajemen PLN bagi rakyat Kalsel. Bahwa juga diskusi adalah salah satu alternatif terbaik untuk menyampaikan pendapat dengan tata cara dan etika, termasuk dengan adanya kesepakatan aturan sebelum memulai persidangan yang krusial dan a lot. Tentu kita tidak sepakat dengan cara tatak batang, kata orang-orang tua bahari, semenstara ruang berpikir kita masih panjang dan penting untuk menyelesaikan subtansinya.(idabul Mata banua, 12 Juli 2010)
No comments:
Post a Comment