Sunday, August 1, 2010

Teror Tabung Gas

Oleh: Taufik Arbain
Selain soal kasus korupsi, anggota DPR yang bolos dan soal pemilu kada. Yang tak kalah menariknya pemberitaan di media cetak dan elektronik adalah soal tabung gas. Pasalnya berita tabung gas menjadi terror bagi masyarakat pengguna khususnya tabung gas 3 kg yang disubsidi pemerintah. Publik banua misalnya sudah was-was dengan rencana kebijakan pusat berkaitan dengan penggantian penggunaan minyak tanah beralih ke gas, dan lagi-lagi diperuntukkan bagi penduduk miskin.

Sepintas jika kebijakan tersebut dihubungkan dengan kasus dan berita ledakan tabung gas, sepertinya “mengantarkan bom ke rumah penduduk miskin”. Tidaklah heran jika ada tulisan “ jangan bawa bom ke rumah kami!”. Artinya betapa rencana konversi tabung gas ini benar-benar menjadi momok bagi publik miskin.
Saya kira sangat tepat Pak Gubernur Kalsel meminta kepada Pemerintah Pusat untuk meninjau ulang kebijakan yang akan diterapkan ke daerah sekalipun melewati proses sosialisasi. Namun, apalah artinya sosialisasi jika perangkat kebijakan lainnya termasuk alat-alat pelengkap tabung gas dan tabung gas sendiri tidak memberikan jaminan yang meyakinkan bagi publik. Wajarlah jika publik memiliki kecurigaan, sekalipun sosialisasi dan maksudnya baik dengan penghematan energy massal, tetapi bukan berarti selalu mengorbankan bagi penduduk miskin. Atau ada permainan pengalihan produk lama yang kadaluarsa di pulau Jawa dikirim ke banua, seperti banyak kasus. Ibarat penjual langsat di hulu sungai dicampur langsat Tanjung dengan langsat Barabai.
Sebagaimana investigas para ahli bahwa persoalan ledakan tabung gas tidak sekadar pada kualitas tabung yang jelek karena komponen dengan mutu rendah, juga prilaku pekerja yang suka menimbai-nimbai tabung gas kosong khususnya 3 kiloan, maka tahangkup-hangkup yang rentan rusak dan bocor. Parahnya lagi perilaku korup.
Bagaimana? Ya tabung gas isi 12 Kg harganya di pulau Jawa Cuma Rp. 78 ribu, sementara tabung gas isi 3 Kg Cuma Rp. 13 ribu. Untuk mendapatkan 12 Kg cukup mengoplos 4 kaleng gas 3 kg dengan pengeluaran biaya Cuma Rp.52 ribu. Jadi sudah bahujung banyak, belum lagi dijualnya Rp. 80 hingga Rp 90 ribu. Pola pengoplosan ini sangat mengiurkan. Disinilah rentan terjadinya kebocoran karena lubang berdiameter 0,5 mm baganal karena dioplos.
Seminggu lalu keluarga saya geger soal tabung gas isi 12 Kg. Pasalnya gas dibeli seminggu tiba-tiba sudah habis. Padahal menurutnya tabung gas 12 kg biasanya untuk pemakaian 1 bulan, apalagi selama bulan ini kada tapi dipakai, karena rancak makan di luar. Anehnya tabung gas yang dimasukkan bawah rak tertutup “baambun” seperti makanan yang dimasukan di dalam lemari es. Sangat jelas katanya es menempel dan berbau masam. Untungnya selang gas langsung dilepas dan dibawa ke luar rumah.
Atas kasus ini keluarga saya langsung mengantar tabung tempat dimana dia membeli dan menanyakan perihal bersangkutan. Lalu sang penjual menelpon agen penyalur PT Tanjung Kait-kait. Jawabannya bahwa kejadian itu biasa dan rancak terjadi bila gas mau habis. Aneh memang jawaban yang tidak biasanya terjadi.
Nah , dalam kasus ini setidaknya tidak sekadar orang miskin yang disiapkan kedatangan Bom di rumah, tetapi rumah tangga yang berkemampuan membeli tabung gas 12 Kg. Konteksnya dengan konversi dari minyak tanah ke gas, nampaknya pemerintah hanya memikirkan penghematan energy dan anggaran saja, tetapi tidak memikirkan keselamatan jiwa penduduk. Boleh jadi jiwa penduduk miskin bagi pemerintah tidak mahal dan tidak ada gugatan, kecuali jiwa orang berduit dan berdahi.
Saat ini pemerintah selalu mendengungkan soal selang dan regulator ber-SNI. Terlambat sudah setelah banyak korban orang miskin. Seharusnya pemerintah sudah menyiapkan sepenuhnya soal SNI ini sebelum beredar ke masyarakat termasuk mengawal kualitas tabung dan pengawasan terhadap agen-agen nakal yang suka mengoplos gas. Jadi saya kira pemerintah Provinsi Kalsel tidak sekadar mengusulkan dan meminta penundaan atau pun pertimbangan, namun secara tegas memastikan barang yang beredar mendapat pengawasan dari Pemerintah Daerah dan dimastikan aman bagi rakyat banua. Pertamina dan Pemerintah Pusat jangan mengantar Bom ke rumah penduduk Banua! Sudah cukup penderitaan banua atas kekuasaan pusat.(idabul Mata Banua, 2 Agustus 2010)

No comments: