Sunday, October 31, 2010

Perpustakaan Kota

Oleh: Taufik Arbain
Perpustakaan adalah jantung peradaban, demikian ungkapan seorang pujangga. Tidaklah mengherankan bangsa-bangsa di dunia menempatkan keberadaan perpustakaan dan museum misalnya berada dekat dengan masyarakat sekitarnya. Tujuannya jelas untuk melakukan interaksi agar masyarakat melakukan perubahan ke arah lebih maju dan beradab dari keberadaan perpustakaan tersebut. Tidak ada bangsa di dunia melewati kemajuan peradaban tanpa melewati adanya kepustakaan.

Lalu apa jadinya, jika perpustakaan diletakan jauh dari jantung kota? Lebih-lebih di tempat tidak strategis dan boleh jadi jauh dari komunal pengguna perpustakaan? Belajar dari keberadaan Perpustakaan Daerah Provinsi misalnya yang letaknya di batas kota, bukanlah tempat strategis bagi masyarakat untuk mendekatinya. Meminjam teori pergerakan orang (migrasi) misalnya, factor kedekatan jarak sangat menentukan seseorang untuk menuju daerah tujuan (gedung perpustakaan), apalagi jarak yang jauh dari pemukiman, lemah daya tarik dan masih ada alternative misalnya, justru menyebabkan perpustakaan tidak berfungsi maksimal.
Nah, kalau urusan Perpustakaan Kota dipindah ke tempat jauh untuk mengabulkan hajat mendirikan Rumah Dinas Walikota dengan berargumentasi menghadap sungai, strategis dan dekat dengan siring adalah usulan yang keliru dan lebih mengedepankan kepentingan kekuasaan, bukan mengendepankan nilai fungsi pelayanan publik. Alasanya? Ya jelas, karena justru keberadaan Perpustakaan Kota yang kawasan sekitarnya disulap menjadi tempat rekreasi keluarga malah menjadikan tujuan warga kota menjadi tujuan ganda, artinya bisa menikmati kenyamanan siring dan sekaligus ada yang memanfaatkan perpustakaan. Lebih-lebih gedung perpustakaan kota tersebut direnovasi dan disediakan fasilitas lengkap dan nyaman yang mendorong pengunjung siring berkempatan ke perpustakaan.
Inilah cara berpikir yang mengedepankan kepentingan hajat orang banyak, apalagi toh Pemerintah Kota justru memiliki dua buah Rumah Dinas Walikota baik di depan Jalan A.Yani KM 2 maupun yang ada di Jalan Pramuka. Kalaupun jika ingin rumah dinas Walikota ingin menghadap sungai sesuai historis kota, tidaklah berlebihan misalnya membuat rumah dinas baru di kawasan yang malah memiliki nilai historis dan menghadap sungai seperti di kawasan Sungai Jingah atau Kawasan Banua Anyar.
Pilihan ini justru lebih bermartabat menghargai kepentingan publik, ketimbang bersikeras memindah perpustakaan kota ke kawasan lain dan menggantikannya dengan rumah baru dinas walikota. Maka sepakat jika Pemerintah Provinsi sebagai pemilik asset perpustakaan tersebut untuk tidak mengabulkan niatan pemindahan tersebut.
Menata kota menjadi indah dan memiliki multi fungsi dalam menyiapkan kota metropolitan, tidak sekadar menyelesaikan urusan fisik infrastruktur saja, tetapi haruslah juga menyelesaikan persoalan-persoalan pelayanan sosial dasar termasuk kenyamanan dan kemudahaan warga kota mengakses keberadaan perpustakaan. Hanya orang yang tidak suka membaca, menghargai ilmu pengetahuan termasuk mendorong warga tidak membacalah, saya kira yang menganggap bahwa perpustakaan hanyalah sebagai hiasan kota dan atau unsur yang memenuhi keberadaan sebuah kota,tidak lebih dari itu. Kasian!!!!(idabul Mata Banua, 25 Oktober 2010)

No comments: