Thursday, December 22, 2011

Kuasa Dishub

Tulisan ini sengaja diberi judul sebagaimana diatas. Alasannya untuk memprovokasi aparat Dishub sejenak membaca sedikit pikiran saya yang ingin berbagi demi kepentingan publik. Kata teman saya itulah resiko orang yang ditakdirkan untuk berbagi pikiran, tidak melulu mengajar saja terus pulang.

Sebenarnya persoalan ini sudah pernah diungkapkan. Bahwa pemerintah dalam hal ini Dishub harus melakukan kontrol terhadap para pedagang atau pemilik bisnis di pinggir jalan agar tidak menjadikan seperempat jalan raya digunakan untuk parkir orang berbelanja,
apalagi kawasan itu bukanlah sekitar pasar yang barangkali masih ada permakluman dan toleransi.


Kritik yang pernah saya lontarkan dimana merupakan otoritas Dishub kota BAnjarmasin bahwa bagaimana bisa Minimarket Eva dan minimarket sejalur dengannya tidak memiliki lahan parkir? Sementara ruang untuk parkir di depan Tokonya justru ditaruh barang dagangan sehibak-hibak mungkin. Bukankah pengelola parkir di kawasan kota Banjarmasin lebih lebih di kawasan jalur utama berkoordinasi dengan Dishub? Saya kira ini sama dengan kritik saya dahulu berkaitan dengan kawasan ujung murung dimana ruang pejalan kaki dipakai meandak tilam dan dagangan lainnya.

Kita tentu saja tidak ingin wibawa pemerintah yang ingin memiliki reputasi good governance harus tercoreng dengan dugaan mendapat upeti dari pemilik toko atau upeti lebih dari pengelola parkir, sehingga tidak mampu mengatasi persoalan pelayanan publik khususnya kenyamanan berkendara di jalan raya.

Harapan kita tentu saja Pemkot harus memahami bahwa kota ini menjadi tujuan berbelanja banyak orang dari wilayah tetangga yang otomatis berkorelasi dengan tingginya jumlah kendaraan bermotor memadati kota ini. Fakta pertumbuhan jasa perdagangan mendorong orang menjadikan Banjarmasin sebagai pilihan. Hal ini justru harus juga diikuti dengan perbaikan pelayanan khususnya arus lalu lintas dan kenyamanan berkendara bagi warga dan tamu kota.

Memahami pelayanan publik tidak sebatas bagaimana adanya pelayanan satu pintu atau satu atap, adanya jamkesmas, adanya e-KTP, adanya insentif bagi para RT, rindang dan indahnya taman kota, lancarnya drainase, tertanganinya sampah, tetapi juga menyangkut kenyamanan menikmati berlalu lintas.

Kita tidak habis pikir, bagaimana bisa permohonan IMB juga tidak begitu ketat bagi bangunan yang ada dipinggir jalan dalam kegiatan perdagangan untuk menyediakan lahan parkir. Lebih-lebih pengelola parkir swasta seperti mendapat angin segar dan izin dari Dishub. Penanganan parkir dan kelancaran lalu lintas adalah bagian dari kebijakan publik yang meorientasikan bagi kepentingan publik itu sendiri. jadi kalau pebisnis dan pengelola parkir swasta seenaknya, lalu dimana pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan?

Kata Pemerintah dalam perspektif administrasi negara artinya sebuah lembaga yang diberikan kuasa untuk memerintah, mengatur,menata, mengayomi dan melindungi warga yang memberikan kuasanya. Nah, kalau aparat pemerintah diperintah oleh sebagian kelompok yang menapikan kebaikan bersama, itu namanya pemerintahan telah dikongsi dengan kelompok itu tadi. urusan kongsi berkongsi biasanya berkaitan dengan berbagi keuntungan sepihak yang dikategorikan sebagai patologi birokrasi.

Rupanya, kasus demikian tidak hanya terjadi di kawasan kota saja. Kemaren dalam perjalanan ke HUlusungai, ada warung pentol menjadi tempat singgah para sopir yang seenaknnya juga memarkirkan mobilnya. Para pedagang atau pemilik warung di kampung kampung demikian tidak memahami bahwa usaha yang tidak memiliki lahan parkir akan memacetkan lalu lintas dan hal itu bagian dari pengebirian terhadap hak hak publik. nah, disinilah sekali lagi Dishub sebagai bagian dari aparat pemerintah harus hadir untuk memberikan informasi dan kontrol terhadap penggunaan jalan umum yang salah. tentu kasus parkir minimarmet eva di kawasan km 1 sangat sengaja dilakukan. Berbeda dengan pewarung menuju hulusungai yang boleh jadi karena kekurangpahaman, ditambah perilaku sopir yang belum pernah mendapatkan arahan dari Organda (bisa jadi seumur umur menjadi sopir).

Jadi saya kira, dengan semakin tingginya pertumbuhan kendaraan memadati jalan. Raya dan semakin membaiknya kondisi jalan, bukan berarti lahan parkir sembarangan dimanfaatkan oleh pemilik toko atau warung untuk kepentingan bisnisnya sebagaimana pula kasus antre BBM di SPBU. Mulailah kita mencintai masyarakat agar nyaman berkendara dengan menjalankan fungsi tugas sebaik baiknya dan wewenang yang luas diberikan untuk memberikan pelayanan lebih baik, sehingga kita menjadi bagian yang tidak mendorong masyarakat dalam pikiran kecurigaan dan ketidakbanggaan terhadap pemerintah.(diterbitkan di Idabul Harian Mata Banua, 19 Desember 2011)

No comments: